Al Fath Ayat 1 3


{إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا (1) لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا (2) وَيَنْصُرَكَ اللَّهُ نَصْرًا عَزِيزًا (3) }

Sepatutnya ada Kami mutakadim memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, cak agar Allah membagi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang sudah lalu habis dan yang belakang hari serta menetapi nikmat-Nya atasmu dan memandu beliau kepada jalan yang harfiah, dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat
(banyak).

Salinan yang mulia ini diturunkan ketika Rasulullah Saw. juga dari Hudaibiyah intern bulan Zul Qa’dah tahun enam Hijriah. Momen itu Rasulullah Saw. di halang-halangi oleh kaum musyrik cak bagi dapat sampai ke Masjidil Liar guna menunaikan Umrahnya; mereka menghalang-halangi beliau pecah tujuannya. Kemudian mereka berubah sikap dan menentang mengadakan perjanjian perdamaian serta gencatan senjata, dengan suratan mudahmudahan tahun itu Nabi Saw. lagi ke Madinah dan bisa ke Mekah tahun depannya.

Rasul Saw. menerima persyaratan tersebut, sekalipun cak semau sejumlah sahabatnya yang tidak suka. Di antara mereka yang enggak demen adalah Umar ibnul Khattab r.a., seperti yang akan diterangkan kemudian puas tempatnya berpangkal kata tambahan surat ini,
insya Allah.

Setelah dia Saw. mendabih
hadyu-nya
(kurbannya) mengingat umrahnya dibatalkan karena tertahan, lalu beliau pulang, maka Allah Swt. menurunkan kepadanya tembusan ini. Di dalamnya disebutkan perihal beliau dan mereka (kaum musyrik), disebutkan pula bahwa hal tersebut merupakan purwa dan pertanda keberuntungan kerjakan sira, karena perjanjian tersebut mengandung banyak maslahat bagi khasiat Nabi Saw. dan kemenangan di masa mendatang akan berpihak kepadanya. Keadaan yang senada disebutkan di dalam riwayat Ibnu Mas’ud r.a. dan sahabat lainnya nan mengistilahkan bahwa sesungguhnya kalian menganggap kemenangan itu adalah kemenangan atas kota Mekah, tetapi kami menganggap bahwa kemenangan itu merupakan pada Perjanjian Hudaibiyah.

Al-A’masy telah meriwayatkan berpokok Abu Sufyan, bermula Terkulai-kulai r.a. yang mengatakan, “Kami beranggapan bahwa kemenangan itu tak lain hanyalah plong Perjanjian Hudaibiyah.”

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Israil, semenjak Abu Ishaq, dari Al-Barra r.a. yang mengatakan, “Kalian menganggap kemenangan itu adalah kejayaan atas kota Mekah, sedangkan kesuksesan atas kota Mekah yaitu suatu keberuntungan, dan kami menduga bahwa kemenangan yang sepantasnya adalah pada baiat Ridwan di hari Perjanjian Hudaibiyah. Ketika itu kami bersama Rasulullah Saw. berjumlah sewu empat ratus cucu adam, dan Hudaibiyah adalah nama sebuah sumur, lewat kami bagi sumur itu kering hingga tiada setetes air lagi yang tersisa (silam diminum oleh kami). Berita mengenai habisnya sumur Hudaibiyah sampai kepada Rasulullah Saw., lalu beliau mendatanginya dan duduk di pinggirnya. Kemudian meminta sewadah air, lalu beliau berwudu dengannya dan berkumur. Setelah itu sira berdoa, tinggal menuangkan air alumnus wudunya itu ke dalam sumur tersebut. Kemudian kami tinggalkan sumur itu tak jauh berpokok kami, dan tak lama kemudian ternyata sumber itu menyumber lagi airnya dengan rimbun sehingga dapat mencukupi kebutuhan air kami sesuka kami, juga kebutuhan gamal-unta kami.”

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Nuh, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Anas, dari Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, bersumber Umar ibnul Khattab r.a. yang mengatakan bahwa kami (para sahabat) bersama Rasulullah Saw. dalam satu penjelajahan. Lewat aku meminta sesuatu kepada engkau sebanyak tiga kali, tetapi beliau tidak menjawabku. Umar r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa suntuk ia merenjeng lidah kepada dirinya koteng, “Celakalah kamu, hai anak Al-Khattab. Sira sudah lalu sering kali meminta dengan memarginalkan kepada Rasulullah Saw., dan ternyata anda bukan menjawabmu.” Umar r.a. melanjutkan kisahnya, “Lalu aku menaiki unta kendaraanku dan memacunya ke jihat depan karena galau bila diturunkan wahyu mengenai diriku.” Umar r.a. melanjutkan kisahnya, “Mulai-tiba terdengarlah suara yang memanggilku, terlampau aku kembali ke belakang dengan hipotesis bahwa telah diturunkan sesuatu (wahyu) tentang diriku.” Umar r.a. kembali melanjutkan, bahwa lalu Nabi Saw. berfirman:
Tadi lilin batik telah diturunkan kepadaku suatu sertifikat yang lebih aku sukai daripada dunia dan seisinya, adalah: “Sepatutnya ada Kami telah memasrahkan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Tuhan menjatah ampunan kepadamu terhadap dosamu yang mutakadim dulu dan yang akan cak bertengger”
(Al-Fath: 1-2)

Imam Bukhari, Pater Turmuzi, dan Imam Nasai mutakadim meriwayatkan titah ini melalui berbagai kolek berpangkal Malik
rahimahullah.
Ali ibnul Madini mengatakan bahwa sanad hadis ini
madani
lagi
jayyid,
kami tidak menjumpainya selain puas mereka.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, sudah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Qatadah, mulai sejak Anas ibni Malik r.a. nan mengatakan bahwa ayat berikut, adalah firman Allah Swt.:
kendati Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan cak bertengger.
(Al-Fath: 2) diturunkan kepada Nabi Saw. saat kepulangannya bersumber Hudaibiyah. Nabi Saw. telah merenjeng lidah berkenaan dengan surat tersebut:
Sesungguhnya tadi lilin batik mutakadim diturunkan kepadaku suatu ayat
(surat)
yang makin aku sukai ketimbang semua yang ada di roman bumi ini.
Kemudian Rasul Saw. membacakannya kepada mereka, dan mereka mengatakan, “selamatlah bagimu, yaNabiyullah. Allah telah menerangkan apa yang akan Dia untuk untukmu, suntuk apakah yang akan Dia lakukan bagi kami?” Maka turunlah kepada Nabi Saw. firman berikutnya, yaitu:
supaya Kamu memasukkan orang-orang mukmin laki-junjungan dan nona ke n domestik surga yang mengalir di bawahnya sungai-bengawan.
(Al-Fath: 5) sampai dengan firman-Nya:
yaitu keberuntungan yang besar di jihat Allah.
(Al-Fath: 5)

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan sabda ini di dalam kitab sahih masing-masing melalui Qatadah dengan sanad yang sama.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Isa, telah membualkan kepada kami Majma’ anak lelaki Ya’qub yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya mengobrolkan perbuatan nabi nabi muhammad berikut dari pamannya (adalah Abdur Rahman ibni Zaid Al-Ansari), mulai sejak pamannya Majma’ ibnu Harisah Al-Ansari r.a. (pelecok seorang juru qurra yang mengajarkan wacana Al-Qur’an). Anda mengatakan bahwa kami masuk internal Perjanjian Hudaibiyah; dan detik kami pulang darinya, tiba-tiba kami menyibuk orang-basyar memacu onta kendaraannya. Maka sebagian makhluk-orang bertanya kepada sebagian nan lain, “Ada apakah dengan orang-sosok itu?” Sebagian yang bukan menjawab, “Telah diturunkan suatu nubuat kepada Rasulullah Saw.” Maka kami berangkat dan memacu kendaraan kami, tiba-tiba kami jumpai Rasulullah Saw. berada di atas unta kendaraannya di Kura’ul Gaim. Adv amat kami berkumpul dengannya, dan beliau Saw. membacakan firman-Nya:
Selayaknya Kami sudah menyerahkan kepadamu kemenangan nan nyata.
(Al-Fath: 1) Maka seseorang dari sahabat Rasulullah menyoal, “Wahai Rasulullah, apakah itu pertanda kemenangan?” Rasulullah Saw. menjawab:
Ya, demi Halikuljabbar yang jiwa Muhammad berbenda di dalam genggaman pengaturan-Nya, selayaknya wangsit ini khusyuk
(tanda-tanda)
kemenangan.

Tanah Khaibar dibagikan kepada hamba allah-orang yang ikut internal Perjanjian Hudaibiyah, dan tiada seorang lagi dari mereka yang diberi kecuali mereka nan ikut dalam Perjanj ian Hudaibiyah. Maka Rasulullah Saw. membaginya menjadi delapan belas saham. Saat itu kuantitas armada kabilah muslim (yang masuk n domestik Hudaibiyah) suka-suka seribu lima dupa tenaga kerja, di antara mereka terletak tiga ratus angkatan berkuda. Maka kamu membagi kepada pasukan nan berkuda dua bagian dan cak bagi pasukan kronologi kaki suatu penggalan. Pater Tepung Daud meriwayatkan titah ini di intern
Al-Jihad,
dari Muhammad bani Isa, dari Majma’ ibni Ya’qub dengan sanad yang sama.

Ibnu Jarir mengatakan, sudah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Bazi’, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya, telah mengobrolkan kepada kami Syu’bah, telah menceritakan kepada kami Jami’ ibnu Syaddad, dari Abdur Rahman ibnu Abu Alqamah yang mengatakan, “Aku pernah mendengar Abdullah ibnu Mas’ud r.a. mengatakan bahwa ketika kami pulang pecah Hudaibiyah, kami berlabuh di malam hari. Kami terlelap dalam tidur kami dan tidaklah kami terbangun melainkan karena cerah mentari pagi telah berpangkal. Sangat kami bangun, sedangkan Rasulullah Saw. masih tidur.” Bani Mas’ud r.a. meneruskan kisahnya, “Lalu kami mengatakan bahwa sebaiknya dia dibangunkan. Maka Rasulullah Saw. terbangun lalu berfirman:


“افْعَلُوا مَا كُنْتُمْ تَفْعَلُونَ وَكَذَلِكَ [يَفْعَلُ] مَنْ نَامَ أَوْ نَسِيَ”

‘Lakukanlah sama dengan segala apa yang barusan kalian bikin. Demikian pula dilakukan kejadian nan sama terhadap anak adam yang tidur atau lupa’.”

Ibnu Mas’ud meneruskan kisahnya, “Lalu kami merasa kehilangan unta ki alat Rasulullah Saw. Maka kami mencarinya dan kami temukan onta itu, sedangkan tali kendalinya mencantol pada sebuah pokok kayu. Lalu unta itu kubawa kepada Rasulullah Saw., dan beliau Saw. lekas mengendarainya. Dan detik kami sedang dalam perjalanan, tiba-tiba turunlah nubuat kepada Rasulullah Saw.”

Ibnu Mas’ud menyinambungkan, “Rasulullah Saw. apabila kedatangan wahyu, terasa berat olehnya; dan setelah nubuat selesai, maka beliau menceritakan kepada kami bahwa telah diturunkan kepadanya firman Allah Swt.:
‘Sesungguhnya Kami mutakadim menerimakan kepadamu kemajuan nan nyata’
(Al-Fath: 1).”

Rohaniwan Ahmad, Imam Abu Daud, dan Pastor Nasai menarikhkan perbuatan nabi nabi muhammad ini melalui berbagai jalur berpangkal Jami’ ibnu Syaddad dengan sanad yang sama.


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ زِيَادِ بْنِ عَلَاقَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ الْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ يَقُولُ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي حَتَّى تَرِمَ قَدَمَاهُ، فَقِيلَ لَهُ: أَلَيْسَ قَدْ غَفَرَ اللَّهُ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ؟ فَقَالَ: “أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا”.

Imam Ahmad mengatakan, telah membualkan kepada kami Abdur Rahman, telah mengobrolkan kepada kami Sufyan, dari Ziad bani Alaqah yang mengatakan, “Aku pernah mendengar Al-Mugirah ibnu Syu’bah r.a. mengatakan bahwa Rasul Saw. selalu salat hingga kedua telapak suku beliau bengkak, adv amat dikatakan kepada beliau, ‘Bukankah Allah telah memberikan ampunan bagimu terhadap dosamu nan telah lalu dan dosamu yang akan hinggap?’ Maka dia saw. menjawab:
‘Bukankah aku yaitu sendiri hamba yang banyak bersyukur ‘?”

Pendeta Bukhari dan Pendeta Muslim mengetengahkan hadis ini —juga jamaah lainnya— kecuali Abu Daud melintasi sabda Ziad dengan sanad nan sama.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun ibni Ma’ruf, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Abu Sakhr, terbit Qasit, dari Urwah ibnuz Zubair, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. apabila salat banyak berdiri setakat kedua kakinya bengkak. Maka berkatalah kepada dia Aisyah r.a., “Wahai Rasulullah, mengapa sira bikin keadaan ini, padahal Allah telah menyerahkan amnesti bagimu terhadap dosamu yang terdahulu dan yang tubin?” Maka Rasulullah Saw. menjawab:
Hai Aisyah, bukankah aku ini adalah koteng hamba yang banyak bersyukur?

Imam Mukminat mengetengahkan titah ini di kerumahtanggaan kitab sahihnya melalui riwayat Abdullah ibnu Wahb dengan sanad nan sama.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah membualkan kepada kami Abdullah anak lelaki Aun Al-Kharraz koteng
siqah
di Mekah, sudah lalu menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bisyr, telah mengobrolkan kepada kami Mis’ar, mulai sejak Qatadah, dari Anas r.a. nan mengatakan bahwa Rasulullah Saw. berdiri mengerjakan salat hingga kedua jejak kaki kaki beliau bengkak, atau kedua betis beliau bengkak, maka dikatakan kepadanya, “Bukankah Allah sudah memberikan ampunan bagimu terhadap dosamu nan telah adv amat dan nan akan nomplok?” Ia Saw. menjawab:
Bukankah aku yaitu seorang hamba nan banyak berlega hati?

Bila ditinjau berbunga segi jalurnya, hadis ini berpredikat
garib.

*******************

Firman Allah Swt.:


{إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا}

Sesungguhnya Kami telah menyerahkan kepadamu kemenangan yang riil.
(Al-Fath: 1)

Kemenangan yang jelas dan nyata. Hal yang dimaksud ialah Perjanjian Hudaibiyah, karena sesungguhnya sudah lalu diraih kelebihan nan berlimpah dengan melaluinya. Banyak orang-manusia yang beriman dan sebagian bermula mereka bersatu dengan sebagian nan lain, orang mukmin bertutur dengan khalayak kafir dan tersebarlah ilmu yang bermanfaat dan iman.

Firman Allah Swt.:


لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ}

supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah tinggal dan yang akan datang.
(Al-Fath: 2)

Ini yaitu kekhususan hanya buat diri Nabi Saw. yang tiada koteng pun menyainginya dalam hal ini. Bukan pun termasuk ke dalam pengertian seperti nan disebutkan di kerumahtanggaan perbuatan nabi nabi muhammad legal berkenaan dengan pahala amal-amal perbuatan buat yang lainnya, merupakan: “Maka Allah memberi abolisi baginya terhadap dosanya yang mutakadim lalu dan nan jemah.”

Hal ini merupakan virginitas yang besar bikin Rasulullah Saw. Beliau Saw. dalam semua urusannya cak acap taat, berbakti, dan
istiwamah
intern tahapan yang belum koalisi diraih oleh seorang khalayak juga, baik berbunga landasan individu-orang terdahulu maupun individu-orang yang kemudian. Beliau Saw. adalah manusia nan paling kecil sempurna secara mutlak dan penghulu mereka di bumi dan akhirat.

Menghafal beliau Saw. adalah hamba allah nan minimal menghormati perintah-perintah dan larangan-tabu-Nya, maka kapan unta kendaraannya cak jongkok karena dihentikan maka dari itu Tuhan Yang sudah menahan armada bergajah, kamu Saw. berujar:


“وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَا يَسْأَلُونِي الْيَوْمَ شَيْئًا يُعَظِّمُونَ بِهِ حُرُمَاتِ اللَّهِ إِلَّا أَجَبْتُهُمْ إِلَيْهَا”

Demi Sang pencipta yang jiwaku produktif di n domestik bogem mentahNya,
tidaklah mereka pada perian ini meminta sesuatu kepadaku yang dengannya mereka mengagungkan syiar-syiar Allah melainkan aku penuhi permintaan mereka.

Karena engkau Saw. konsisten kepada Halikuljabbar internal hal tersebut dan menyetujui perjanjian perdamaian, maka Allah Swt. berfirman kepadanya:


{إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ}

Sepatutnya ada Kami telah memberikan kepadamu kemenangan nan nyata, kendati Halikuljabbar memberi pembebasan kepadamu terhadap dosamu nan mutakadim lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu.
(Al-Fath: 1-2)

Yakni di dunia dan akhirat.


{وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا}

dan memimpin beliau kepada jalan yang verbatim.
(Al-Fath: 2)

melalui barang apa yang Dia perintahkan kepadamu nyata syariat yang agung dan agama yang lurus.


{وَيَنْصُرَكَ اللَّهُ نَصْرًا عَزِيزًا}

dan biar Yang mahakuasa menolongmu dengan pertolongan yang kuat
(banyak). (Al-Fath: 3)

Hal ini karena engkau menunduk kepada perintah Allah, maka Dia meninggikan sira dan menolongmu internal menghadapi musuh-musuhmu. Seperti yang disebutkan di dalam perkataan nabi stereotip yang menyebutkan:


“وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ”

Tidak kadang-kadang Allah membukit absolusi-Nya kepada seseorang hamba, melainkan menambahkan kepadanya jalal; dan tidaklah seseorang berendah diri karena Allah Swt., melainkan Halikuljabbar akan meninggikannya.

Diriwayatkan dari Umar ibnul Khattab r.a. nan mengatakan, “Tidaklah beliau menghukum seseorang nan durhaka kepada Tuhan Swt. Terhadap dirimu dengan hal nan semisal dengan ketaatanmu kepada Allah Swt. dalam hal tersebut.”

Source: http://www.ibnukatsironline.com/2015/10/tafsir-surat-al-fath-ayat-1-3.html