Apa Yang Dimaksud Dengan Khauf

Manakah yang bertambah terdahulu di antara sikap khauf dan raja`?

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhammad Arifin Wahi

Secara bahasa, khauf merupakan lawan alas kata al-amnu. Al-Amnu merupakan rasa aman, dan khauf merupakan rasa agak kelam. Khaufadalah ingatan takut terhadap siksa dan keadaan yang tidak menyedapkan karena kemaksiatan dan dosa yang telah diperbuat.

Sedangkan pangeran’ adalah perasaan munjung minta akan surga dan plural kenikmatan lainnya, sebagai buah dari kesetiaan kepada Yang mahakuasa dan Rasul-Nya.

Bagi seorang orang islam, kedua rasa ini mutlak dihadirkan. Karena akan mengantarkan pada satu kejadian spiritual yang mendukung kualitas keberagamaan sendiri muslim.

Kenapa kita harus n kepunyaan sifat khauf. Pertama, biar ada proteksi diri. Terutama mulai sejak keterjerembaban kemaksiatan dan dosa. Sempurna, nafsu tidak ada kata berhenti dalam mengibuli kita. Maka dari itu karena itu, kita harus membuat nafsu menjadi kabur.

Seorang ahli hikmah berfirman, “Suatu ketika nafsu mengajak mengerjakan maksiat, sangat ia keluar dan berguling- guling di atas pasir yang semok seraya bersabda kepada nafsunya, “Rasakanlah! Neraka jahanam itu lebih panas dari pada yang anda rasakan ini.”

Kedua, moga lain ujub atau berbangga diri dan angkuh. Sekalipun kita sedang internal zona taat, kita harus selalu waspada terhadap nafsu.

Perasaan paling kecil kudus, paling bersih dan minimum tegar merupakan di antara buku halus nafsu. Karena itulah nafsu harus konsisten dipaksa dan dihinakan adapun apa yang cak semau padanya, kejahatannya, dosa-dosa dan berbagai macam macam bahayanya. “Jangan engkau merasa paling suci, karena Aku sempat siapa nan paling bertakwa.” (QS an-Najm, 53: 32).

Lalu, kenapa kita harus memiliki resan raja’. Pertama, agar kukuh bersemangat privat ketaatan. Sebab berbuat baik itu sukar dan setan senantiasa mencegahnya. Meski selit belit, tapi buah berasal kesetiaan sangat asing biasa; penuh pemberian dan taman firdaus-Nya Almalik.

Imam al-Ghazali mengomong, “Kesedihan itu bisa mencegah manusia dari bersantap. Khauf dapat mencegah orang berbuat dosa. Semenjana yamtuan’ bisa menguatkan keinginan untuk mengerjakan ketaatan. Ingat antap dapat menjadikan orang bersikap tirakat dan tidak mencoket kelebihan harta duniawi yang tak wajib.

Kedua, agar tetap tenang dengan berbagai kesulitan hidupnya. Ketika orang benar-benar menyukai sesuatu, tentu engkau sanggup memikul pikulan beratnya.

Apalagi merasa doyan dengan hal sulitnya itu. Seperti orang yang menjumut madu di sarang lebah, anda tidak akan pedulikan sengatan lebah itu, karena ingat akan manisnya madu.

Begitu pula sosok-sosok nan mendalam beribadah, mereka akan berjibaku apabila anda teringat suwargaloka nan indah dengan berbagai macam kenikmatannya; kecantikan bidadaribidadarinya, gemilap istananya, kelezatan makanan dan minumannya, keindahan rok dan keelokan perhiasannya dan semua yang disediakan Allah di dalamnya.

Di masa nan tidak, Imam Al-Ghazali ditanya, Manakah yang bertambah penting di antara sikap khauf dan raja`?

Sang Hujjatul Islam menjawab dengan nada menyoal, Mana yang lebih lemak, roti atau air? Bakal basyar yang lapar, roti lebih tepat. Bagi yang kedahagaan, air kian pas. Kalau rasa lapar dan haus hadir bersamaan dan kedua rasa ini sekelas-sama besar porsinya, maka roti dan air mesti diasupkan bersama-sama, tambah sufi terbesar sejauh waktu ini.

Source: https://www.republika.co.id/berita/piqio0313/khauf-dan-raja