Buku Agama Buddha Kelas 11

(1)

Pendidikan Agama Buddha

dan Kesusilaan

SMA /SMK

Kelas

XI

diunduh

dari

(2)

Hak Cipta © 2022 pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dilindungi Undang-Undang

Hoki NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN

Disklaimer:

Ki akal ini merupakan kancing siswa yang dipersiapkan Pemerintah n domestik rajah

implementasi Kurikulum 2022. Buku siswa ini disusun dan ditelaah oleh berbagai pihak di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan dipergunakan kerumahtanggaan tahap semula penerapan Kurikulum 2022. Buku ini yaitu “tembusan sukma” yang senantiasa diperbaiki, diperbaharui, dan dimutakhirkan sesuai dengan dinamika kebutuhan dan perubahan zaman. Pemerolehan dari berbagai galengan diharapkan dapat meningkatkan kualitas buku ini.

Katlog Dalam Terbitan (KDT)

Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pendidikan Agama Buddha dan Khuluk Pekerti / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.— Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2022.

x, 206 hlm.: ilus.; 25 cm. Bakal SMA/SMK Kelas bawah XI

ISBN 978-602-282-433-6 (jilid hipotetis) ISBN 978-602-282-435-0 (jilid 2)

1. Buddha — Penekanan dan Pengajaran I. Judul II. Kementerian Pendidikan dan Kultur

294.3

Penyokong Naskah : Sukiman dan Sigit Prajoko. Penelaah : Jo Priastana.

Penyelia Penerbitan : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud.

Gemblengan ke-1, 2022

Disusun dengan abjad Georgia, 11pt.

diunduh

dari

(3)

Kata Pengantar

Kurikulum 2022 dirancang sebagai kendaraan lakukan mengantarkan siswa menuju penguasaan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pendekatan ini setimbang dengan pandangan kerumahtanggaan agama Buddha bahwa membiasakan tidak semata-mata untuk mengetahui atau mengingat (pariyatti) tetapi juga untuk melaksanakan (patipatti) dan mencapai penembusan (pativedha). “Meskipun seseorang banyak membaca Kitab Salih, teta¬pi bukan berbuat sesuai dengan Wahi, orang nan lengah itu sama seperti gembala yang menghitung sapi nasib baik orang tidak, ia bukan akan memperoleh arti spirit suci.” (Dhp. 19). Kerjakan memastikan keadilan dan keutuhan ketiga lengang tersebut, cak bimbingan agama perlu diberi pengkajian spesial tersapu dengan khuluk pekerti. Hakikat budi pekerti adalah sikap maupun perilaku seseorang internal hubungannya dengan diri seorang, keluarga, masyarakat dan bangsa, serta standard sekitar.

Kaprikornus, pendidikan etik yaitu usaha menanamkan skor-skor moral ke dalam sikap dan perilaku generasi bangsa agar mereka mempunyai kesantunan dalam berinteraksi. Nilai-nilai kesusilaan/karakter yang ingin kita sadar antara lain adalah sikap valid, disiplin, bersih, penuh kasih sayang, punya kepenasaran intelektual, dan kreatif. Di sini pengetahuan agama yang dipelajari para pelajar menjadi sumber nilai dan pentolan perilaku mereka. Cuma hipotetis, di antara angka budi pekerti intern Buddha dikenal dengan jalan terdepan menghilangkan penderitaan dan mendatangkan kebahagiaan kehidupan: purwa, Sila: Samma Vacca (ucapan benar), Samma Kammanta (ulah sopan), Samma Ajiva (penghidupan benar); kedua, Samadhi: Samma Vayama (daya upaya benar), Samma Sati (ingatan benar), Samma Samadhi (kosentrasi sopan); dan Panna: Samma Ditthi (pengertian benar) dan Samma Sankhapa (manah benar).

Kata kuncinya, budi pekerti adalah tindakan, bukan sekedar permakluman yang harus diingat maka dari itu para siswa, maka proses pembelajarannya mesti mengantar mereka bermula wara-wara tentang kepentingan, lalu menimbulkan komitmen terhadap kebaikan, dan kesudahannya benar-benar melakukan kebaikan. Dalam ungkapan Buddha-nya, “Pemberitaan saja tidak akan membuat makhluk terbebas berusul penderitaan, sahaja ia juga harus melaksa¬nakannya” (Sn. 789). Anak kunci Pendidikan Agama Buddha dan Adab Kelas XI ini ditulis dengan semangat itu. Pembelajarannya dibagi-bagi dalam kegiatan-kegiatan keagamaan yang harus dilakukan siswa internal usaha memahami amanat agamanya. Tak berhenti dengan memahami, tapi pemahaman tersebut harus diaktualisasikan n domestik tindakan nyata dan sikap keseharian sesuai dengan cak bimbingan agamanya, baik dalam bentuk ibadah ritual ataupun ibadah sosial. Kerjakan itu, sebagai buku agama yang mengacu sreg kurikulum berbasis kompetensi, tulang beragangan pembelajarannya dinyatakan dalam rancangan aktivitas-aktivitas. Urutan penerimaan dinyatakan dalam kegiatan-kegiatan keagamaan yang harus dilakukan siswa. Dengan demikian, materi pokok ini tidak bakal dibaca, didengar, ataupun dihafal oleh peserta maupun guru, melainkan kerjakan menuntun apa yang harus dilakukan pesuluh bersama guru dan teman-dagi sekelasnya dalam memaklumi dan menjalankan wahi agamanya.

(4)

Daftar Isi

Sekapur sirih … iii

Daftar Isi … iv

Bab 1 Moralitas … 1

Fakta … 1

Ayo Baca Kitab Sejati … 1

Pustaka … 2

Pengertian Moralitas … 2

Moralitas intern Jalan Mulia Berunsur Delapan … 3

Penafsiran Moralitas dalam Kitab Visuddhimagga … 5

Aspek-aspek Moralitas …8

Konteks … 10

Menjadi Manusia yang Bermoral … 10

Memperlakukan Orang Bukan dengan Moralitas … 13

Renungan … 14

Ayo Bernyanyi … 15

Evaluasi …17

Bab 2 Jenis-varietas Sīla … 18

Fakta … 18

Ayo Baca Kitab Suci … 19

Wacana … 19

Sīla
Berpedoman Jenisnya … 19

diunduh

pecah

(5)

Sīla
Berpijak Jumlah Latihannya …20

Sīla
Berdasar Orang nan Mempraktikkannya … 27

Sīla
Berdasar Kualitas Motif/Tujuannya …28

Sīla
Berpatokan Cara Mempraktikkannya …30

Konteks …30

Memahami Perbedaan …30

Sīla
Seumpama Pelindung …32

Renungan … 33

Ayo Bernyanyi …34

Evaluasi …36

Bab 3 Manfaat dan Cara Mempraktikkan Sīla … 37

Fakta … 37

Mari Baca Kitab Murni … 37

Bacaan …38

Manfaat Mempraktikkan
Sīla
…38

Cara Mempraktikkan
Sīla
… 51

Pancasila … 52

Panca Dharma …58

Konteks …58

Agama Bukan Sebatas Merek …58

Semua Agama Memunculkan Mengamalkan Baik … 59

Pertikaian Antar Umat Beragama …60

Renungan …60

Ayo Tarik suara …62

diunduh

dari

(6)

Evaluasi …62

Gapura 4 Widita …64

Fakta …64

Mari Baca Kitab Kudrati …64

Teks … 65

Kriteria Perbuatan Baik dan Buruk … 65

Sepuluh Dasar Perbuatan baik … 65

Konteks …71

Janji Manis Turut Surga …71

Pentingnya Perbuatan Benar …71

Ayo Baca Kitab Suci …78

Teks … 79

Puja pada Hari Buddha … 79

Puja Setelah Buddha Parinibbana …80

Puja Sebagai Sikap Khidmat …80

Puja Sebagai Ekspresi Budaya …83

(7)

Bab 6 Catur Kebenaran Mulia … 107

Fakta … 107

Ayo Baca Kitab Suci … 107

Pustaka … 108

Hukum Kebenaran Mutlak … 108

Hukum Empat Kebenaran Sani … 109

a. Kebenaran Mulia Tentang Dukkha …110

b. Kesahihan Mulia Tentang Sebab Dukkha …114

c. Kebenaran Mulia Adapun Terhentinya Dukkha …116

d. Kebenaran Indah Tentang Urut-urutan Cenderung Terhentinya Dukkha … 118

Konteks …121

Renungan … 122

Mari Berlagu … 125

Evaluasi …127

Pintu 7 Karma dan Tumimbal Lahir … 128

Fakta … 128

Yuk Baca Kitab Suci … 129

Pustaka … 129

A. Karma … 129

Apa Itu Karma … 130

Karma dan Vipaka …131

Segala apa Penyebab Karma? … 132

Cak kenapa Setiap Orang Berlainan? … 133

Klasiikasi Karma … 134

diunduh

dari

(8)

B. Kelahiran Sekali lagi … 138

Bukti Tumimbal Lahir … 139

Uji Konsep Tumimbal Lahir … 140

Konteks … 142

Anak Kembar … 142

Renungan … 143

Marilah Berkicau … 146

Evaluasi … 147

Bab 8 Tiga Karakteristik Mondial … 148

Fakta … 148

Ayo Baca Kitab Suci … 148

Teks … 149

1. Tilakkhana … 149

2. Ketidakkekalan…151

3. Ketidakpuasan… 153

4. Sonder Diri yang Kekal …155

Kok Terlazim Menyadari Anicca? …157

Mengapa Wajib Menyadari Dukkha? … 158

Mengapa Mesti Menyadari Anatta? … 158

Konteks … 159

Renungan … 160

Yuk Bernyanyi …161

Evaluasi … 162

diunduh

berpangkal

(9)

Bab 9 Sebab Akibat yang Tukar Bergantungan… 163

Fakta … 163

Ayo Baca Kitab Suci … 163

Teks … 164

Rumusan Hukum Paticcasamuppada … 164

Duabelas Nidana … 166

Konteks … 184

Paticcasamuppada intern Sukma Sehari-perian … 184

Ambillah Akibat sebagai Konsekuensi berpangkal Sebab … 184

Renungan … 185

Ayo Bernyanyi … 188

Evaluasi … 190

Daftar pustaka …202

diunduh

berusul

(10)

(11)

Bab 1

Moralitas

Ayo, Baca Kitab Suci

Na pupphagandho paṭivātam eti

na candanaṁ tagaramallikā vā

satañ ca gandho paṭivātam eti sabbā disā sappuriso pavāti

(Dhammapada 54)

Candanaṁ tagaraṁ vāpi

uppalaṁ atha vassikī etesaṁ gandhajātānaṁ

silagandho anuttaro

(Dhammapada 55)

9
Fenomena kemerosotan moral manusia

9
Perkataan agresif nan kian membudaya

9
Kasus-kasus kekerasan semakin meningkat

9
Berburu rahim dengan pendirian-mandu nan enggak

benar

Fakta

diunduh

berpangkal

(12)

Teks

Moralitas dalam istilah Buddhis dikenal dengan istilah
sīla.

Sīla

pertama kali diajarkan maka dari itu Buddha dalam kotbah mula-mula Sira yang disebut
Dhammacakkapavattana Sutta. Kejadian ini memberikan tanda-tanda

bahwa ajaran tentang
sīla begitu terdepan karena merupakan pangkal atau

fondasi n domestik pengamalan petunjuk Buddha.

Konotasi Moralitas

Bentuk 1.1
Penanda Perkembangan Bermoral dan Perkembangan Keseleo Sumber: http://faviandewanta.wordpress.com

Sīla mencakup semua perilaku dan rasam-sifat baik dan termaktub dalam

visiun kepatutan dan etika agama Buddha. Menurut kosakata bahasa Pali, istilah sīla mempunyai bilang arti:

diunduh

bermula

(13)

1. Resan, fiil, watak, kebiasaan, perilaku, ulah.

Dalam hal ini,
sīla
berfungsi sebagai perkenalan awal sifat, misalnya perilaku baik (susila), perilaku buruk (dussila), perilaku kikir (adanasila),

watak indah (parisudhasila).

2. Latihan adab, pelaksanaan akhlak, perilaku baik, etika Buddhis, dan

kode moralitas.

Moralitas internal Jalan Luhur Berunsur Delapan

Buddha menguraikan sīla dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya

Atthangika Magga) sebagai sikap mental yang terpuaskan dalam ucapan

bermartabat (samma vacca), ragam benar (samma kammanta), dan

penghidupan moralistis (samma ajiva). Dengan demikian, ketiga hal ini dapat

dikatakan seumpama indikator moralitas. Baik atau buruknya kesusilaan basyar dapat diketahui dari kualitas ucapan, kelakuan, dan penghidupannya. Ketiga penunjuk ini secara ringkas dapat dijelaskan andai berikut.


Gambar 1.2

Jalan Mulia Berunsur Okta- Sumber: http://www.intisaribuddha.blogspot.com

diunduh

terbit

(14)

1. Ucapan bersusila merupakan ucapan yang enggak didasari oleh keserakahan,

kegeraman, dan kegoblokan batin. Ucapan nan termaktub internal tuturan ter-hormat yaitu seperti mana berikut.

a. Congor nan andal ataupun tidak berbohong (musavada

veramani).

b. Ucapan yang mendamaikan dan bukan bercagak belah atau

tidak memitnah (pisunaya vacaya veramani).

c. Bacot yang ter-hormat ataupun tak merenjeng lidah garang (pharusaya

vacaya veramani).

d. Ucapan yang berguna atau bukan besar kecek kosong

(samphappalapa veramani).

2. Perbuatan etis merupakan perbuatan yang berniat untuk mengurangi keserakahan, kedengkian, dan kebodohan batin. Dengan alas kata lain, perbuatan benar ialah perbuatan yang didasari oleh sifat kedermawanan dan cinta kasih. Ulah yang tertulis dalam perbuatan sopan adalah seperti berikut.

a. Kelakuan menghargai hak umur sosok bukan nan terwujud

dalam menghindarkan diri pecah membunuh (panatipata

veramani).

b. Perbuatan menghargai milik nasib baik orang lain yang terwujud

intern menghindarkan diri terbit mengambil produk yang tidak diberikan (adinnadana veramani).

c. Polah menghargai kekeluargaan personal yang terwujud

intern menghindarkan diri dari mengamalkan amoral (

kamesumic-chacara veramani).

diunduh

dari

(15)

3. Penghidupan benar yakni mandu menjalani spirit yang sesuai dengan prinsip-mandu kesahihan.

Buddha menguraikan adapun penghidupan ter-hormat dalam kitab

Anguttara Nikaya
sebagai berikut.

“Dengan kekayaan yang diperoleh melampaui usaha giat, yang

dikumpulkan melalui kekuatan lengannya, yang didapatkan

menerobos keringat di dahinya, harta yang pas nan didapatkan

dengan cara nan layak, …” (AN 4:61).

Internal kejadian berpenghidupan perumpamaan pedagang, suka-suka lima jenis bazar yang disarankan bagi dihindari. Buddha menyatakan perumpamaan berikut:

“Kelima bazar ini, wahai para bhikkhu, seharusnya

jangan dilakukan umat awam: memasarkan senjata,

membisniskan makhluk semangat, menjajakan daging,

memperniagakan zat yang memabukkan, memperdagangkan

rancun” (AN 5:177).

Penafsiran Moralitas internal Kitab Visuddhimagga

Rajah 1.3
Kemasan Kitab Visuddhimagga Sumber: https://openlibrary.org

diunduh

dari

(16)

Buddhagosa dalam kitab
Visuddhimagga
menyangkal
sīla dalam

catur kualitas sebagai berikut.

1. Menunjukkan sikap batin atau karsa (cettana). Walaupun

moralitas seseorang bisa dilihat dari ucapan dan perbuatannya, cuma sīla dikatakan misal sikap batin atau niat karena mulut dan perbuatan yang dilakukan camar didahului makanya niat dalam pikiran.

2. Menunjukkan penghindaran (virati).
Sīla sekali lagi menunjukkan

kemampuan seseorang bikin menghindarkan diri dari tiga situasi berikut.

a. Menghindarkan diri dari mengucapkan ucapan tidak bersusila

dengan cara melebarkan ucapan benar (samma vaca).

b. Menghindarkan diri dari melakukan polah enggak bersusila

dengan cara melakukan perbuatan benar (samma kammanta).

c. Menghindarkan diri dari menjalankan penghidupan lain

benar dengan pendirian menjalankan penghidupan yang benar (samma ajiva).

3. Menunjukkan pengendalian diri (saṁvara)
Sīla juga menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengenda-

likan diri seyogiannya tidak terjadi pelanggaran. Ada lima jenis pengen-dalian diri, yaitu sebagaimana berikut.

a. Pengendalian diri dengan peraturan kebhikkhuan (

pati-mokkha saṁvara), adalah menjalankan statuta kebhikkhuan dengan baik dan merasa takut privat berbuat pelanggaran sekecil dan seringan apa juga.

diunduh

dari

(17)

b. Pengendalian diri dengan perasaan tahir (sati saṁvara),

yaitu menyelesaikan pancaindra mudah-mudahan tidak terserang kekotoran mental nan dapat mengakibatkan terjadinya perbuatan tidak baik.

Contohnya, pada saat ain melihat situasi yang sani, tidak ketimbul kerakusan (lobha) dan saat melihat hal yang buruk

tidak timbul kebencian (dosa).

c. Pengendalian diri dengan maklumat (ñana saṁvara),

ialah khalwat dalam memperalat kebutuhan.

Contohnya: Sebelum, detik, atau pasca- makan seorang bhikkhu merenung bahwa makan bukan untuk memuaskan nafsu, bukan untuk kesenangan, belaka hanya bakal mempertahankan tubuh moga dapat meneruskan berlatih dharma, hanya buat menghilangkan ketidaknyamanan dari rasa lapar, dan tidak menimbulkan penderitaan nan baru karena kekenyangan.

d. Pengendalian diri dengan kesabaran (khanti saṁvara), yaitu

berusaha bersabar dalam menghadapi apa situasi, misalnya sendiri siswa harus bersabar privat menghadapi perlakuan yang tidak mendinginkan dari temannya.

Contohnya: Pada momen ada keserakahan muncul, harus berusaha secepatnya untuk memadamkan kerakusan tersebut.

diunduh

dari

(18)

e. Pengendalian diri dengan kehidupan (viriya saṁvara), yakni mengerahkan jiwa kerjakan menghindari ataupun menghentikan kekotoran batin dan semangat untuk mempertahankan serta meluaskan widita yang mutakadim ada.

4. Menunjukkan tiada pelanggaran kanun yang mutakadim ditetapkan (avitikkama), yaitu tak melakukan pelanggaran melalui

perbua-tan atau ucapan terhadap peraturan nan sedang dijalani. Con-tohnya, koteng murid yang taat terhadap tata tertib sekolah, seorang komandan yang mematuhi kode akhlak dan bertindak etis sesuai sumpah jabatan yang pernah diucapkan.

Aspek-Aspek Moralitas

Gambar 1.4
Buddha

Sumber: http://www.facebook.com/kesaksianbuddhis

Melaksanakan dan menjaga
sīla dengan baik merupakan sesuatu yang

sangat berharga. Agar hal tersebut bisa dicapai, pelaksana
sīla agar

mengetahui tentang ciri, kemustajaban, wujud, dan sebab terdekat dari sīla.

diunduh

berusul

(19)

1. Ciri
sīla adalah ketertiban dan ketenangan. Mereka yang

mempraktikkan
sīla akan terpandang tenang dan teratur dalam

perkataan maupun tindakannya.

2. Khasiat sīla, yaitu seperti berikut.

a. Mencegah atau mengebankan perilaku yang tak baik.

b. Menjaga cucu adam nan mempraktikkannya agar teguh berperilaku

yang baik.

3. Wujud sīla adalah kesucian atau keaslian dalam tindakan jasad

dan ucapan.

4. Sebab terdekat
sīla ialah rasa malu untuk melakukan tindakan jahat

(hiri) dan rasa menggermang terhadap akibat tindakan jahat (otappa). Apakah

cak semau sebab lain yang menjadikan seseorang untuk melaksanakan
sīla? Suka-suka. Contohnya, sendiri anak kecil yang belum mengetahui

perbedaan ragam baik dan buruk, melaksanakan
sīla karena

diharuskan oleh orang tuanya.
Hiri
dan
otappa
dijelaskan seumpama

berikut.


a.

Malu untuk Mengamalkan Bengis (hiri)

Hiri
membentuk seseorang merasa sipu buat berbuat

tindakan tidak terpuji. Oleh karena itu, dia akan berusaha untuk memuliakan dan menjaga harga dirinya. Seseorang yang punya
hiri
akan muncul perasaan malu dan perenungan

diunduh

berpunca

(20)

terhadap tindakan tidak terpuji nan akan dilakukannya. Jika
hiri-nya kuat, kemungkinan segara seseorang dapat

menghindari perbuatan tak terpuji yang akan dilakukannya.


b.

Takut terhadap Akibat Berbuat Biadab (otappa)

Otappa
takhlik seseorang merasa ngeri kerjakan mengamalkan

tindakan tidak terpuji, karena takut akan akibat pecah perbuatan lain terpuji yang akan dilakukannya. Seseorang nan memiliki
otappa
akan merenungkan kehormatan orang

lain yang hampir dengannya (seperti orang tua, sanak-saudara, temperatur, n antipoda-temannya, dan lain-lain) dan akan berusaha untuk tidak menyebabkan jenama mereka timbrung tercemar maka itu ragam jahatnya.

Konteks

Menjadi Manusia yang Bermoral

Gambar 1.5
Ilustrasi Menjadi Khalayak Bermoral

Sendang: http://sains.kompas.com/read/2013/04/09/1756303

diunduh

dari

(21)

Sīla merupakan latihan alias praktik kesusilaan. Maka dari itu karena itu, sīla

seha-rusnya bukan hanya dipandang ibarat teori, tetapi merupakan pelajaran dan pembiasaan bakal berperangai baik. Sīla tidak dapat dipisahkan de- ngan aktivitas sehari-hari seseorang, menginjak dari sadar tidur pada pagi hari hingga beranjak tidur lagi sreg lilin lebah harinya.

Khalayak bermoral berarti bani adam yang mempraktikkan nilai-nilai moralitas, tidak hanya insan yang mencerna tentang nilai-ponten moralitas. Ucapan apa pun yang keluar dari perkataan seseorang dan perbuatan segala pun nan dilakukan melalui jasmaninya ialah cerminan dari moralitasnya. Makanya karena itu, buat menjadi manusia bersusila, sosok harus setiap saat menyelesaikan tuturan dan perbuatannya.

Lega rata-rata, seseorang cenderung tanggulang congor dan perbuatannya ketika tatap muka dengan banyak makhluk atau tatap muka dengan orang yang disegani. Saja di luar itu, sekali-kali ucapan dan perbuatannya lain terkontrol. Contohnya, seorang anak nan hanya bersikap moralistis di hadapan para guru di sekolah, sahaja sikap itu jarang dia tunjukkan ketika subur di lingkungan batih atau pergaulannya. Moralitas yang demikian ini disebut moralitas semu.

Tuturan dan tingkah laku seseorang puas rata-rata ki mawas dari yang camar didengar, dilihat, bahkan dialaminya. Apa yang kita ucapkan dan bagi merupakan cerminan bermula apa nan selalu kita dengar dan tatap. Barang apa yang kita ucapkan dan bikin kembali akan tercermin plong ucapan dan perbuatan manusia-orang di sekitar kita seperti anak, adik, tembuni, dan teman-inversi yang caruk berinteraksi dengan kita.

diunduh

bersumber

(22)

Prinsip berpikir/merenung terlebih dahulu sebelum mengomong atau mengamalkan harus dikedepankan. Apa nan harus direnungkan? Renungkanlah akibat yang akan timbul berasal congor dan perbuatan yang akan kita lakukan. Apakah ucapan atau kelakuan tersebut bermanfaat untuk diri dan manusia bukan, atau justru sebaliknya? Jika bermanfaat lakukan diri dan insan lain, maka lakukanlah. Belaka seandainya semata-mata memasrahkan manfaat sepihak atau lain bermanfaat bagi kedua belah pihak, janganlah dilakukan.

Hiri
dan
otappa
dapat bertunas internal diri apajika kita membudayakan

merenung sebelum berucap dan berbuat. Model perenungan yang dapat mengoptimalkan
hiri
dan
otappa
adalah sebagai berikut.

1. “Semua teman memandang saya sebagai basyar yang bersih dan

jujur. Apa akhirnya sekiranya mereka mengetahui bahwa saya maling? Mau ditaruh di mana roman saya ini?”

2. “Semua anak adam mengerti saya sebagai cucu adam nan berpendidikan.

Segala apa jadinya jika mereka mencerna bahwa saya mengamalkan ragam tak terpuji ini?”

3. “Jika saya melakukan ulah tidak terpuji, semua anggota

batih besarku namanya lagi ikut tercemar. Maka itu karena itu, saya tak boleh mengerjakan perbuatan tercela ini.”

4. “Sekiranya saya mengamalkan manipulasi ini, suatu saat ketika sosok lain

mengetahuinya mereka tidak akan mempercayaiku lagi.”

diunduh

berpokok

(23)

Memperlakukan Anak adam Lain dengan Moralitas

Rajah 1.6
Ilustrasi Moralitas

Mata air: http://lukmanfahri.blogspot.com

Merupakan peristiwa nan wajar jika kita mencitacitakan orang lain memperlakukan kita dengan baik. Akan tetapi, harus kita pahami juga bahwa orang lain sekali lagi mendambakan kita memperlakukan mereka dengan baik. Kognisi ini sesungguhnya dapat dijadikan sebagai kamil dalam merenjeng lidah dan bermain.

Kita tidak suka dibohongi, diitnah, dihina, dan dijadikan bahan gosip oleh orang lain. Serupa itu pun khalayak lain, mereka tak demen kita bohongi, kita itnah, kita hina, dan kita jadikan incaran gosip. Maka itu karena itu, kita harus memperlakukan insan lain sebagai halnya kita cak hendak diperlakukan oleh manusia lain. Kita harus memperlakukan orang tidak dengan moralitas agar khalayak lain lagi ki terdorong untuk memperlakukan kita dengan moralitas.

diunduh

berbunga

(24)

Bertutur dan berbuat moralistis harus kita jadikan sebagai adat dalam hidup sehari-masa. Dengan demikian, kita melakukan edukasi terhadap diri sendiri dan orang-orang di sekitar. Selain itu, sparing diri mencari tembolok dengan pendirian-cara nan sesuai dharma, yang enggak merugikan diri seorang maupun pihak lain mudah-mudahan dibudayakan.

Renungan

Kisah Soal Ananda

Di suatu petang, Y.A. Ananda sedang duduk seorang. Intern perasaan beliau, timbul ki kesulitan nan berkaitan dengan bau dan wewangian.

Ia berpikir: “Harumnya kayu, harumnya bunga-bunga, dan harumnya akar-akaran semuanya menyerak searah dengan arah kilangangin kincir, tetapi bukan boleh anti dengan arah angin. Apakah bukan cak semau wangi-wangian yang dapat menimpali arah angin? Apakah tidak ada wangi-wangian nan boleh menjangkit ke seluruh dunia?” Tanpa menjawab pertanyaannya sendiri, Y.A. Ananda menghampiri Si Buddha dan menanyakan jawaban dari-Nya.

Si Buddha mengatakan, “Ananda, sebagai tetapi ada seseorang yang beristirahat terhadap Tiga Berlian (Buddha, Dharma, Sangha), yang melaksanakan lima latihan sīla, yang dermawan dan bukan kikir, seseorang yang sungguh bijaksana dan layak memperoleh pujian. Kepentingan orang tersebut akan menyebar jauh dan luas, dan para bhikkhu, brahmana, dan semua umat akan menghormatinya di mana pula ia terlampau”.

diunduh

dari

(25)

Kemudian, Sang Buddha membabarkan syair 54 dan 55 berikut ini:

Harumnya bunga enggak dapat melawan arah angin.

Begitu pula harumnya kusen cendana, bunga tagara dan melati.

Tetapi harumnya amal boleh melawan sisi angin;

Harumnya segel orang bijak dapat menyerak ke segenap penjuru.

Harumnya amal adalah jauh melebihi harumnya papan cendana,

anak uang tagara, teratai maupun melati.

(Dhammapada Atthakatha 54-55)

Silakan, Bernyanyi

Hadirkan Cinta

4/4 Sedang


Cipt. Joky

| x1x xx1 1 . xyx xt | xrx x xt y . x.x xr | x2x x2 x2xx2 x1xx1 xGyx xtx xr |

Pernahkah ki ta renungkan mengenai jihat persiapan dalam

| xtx x xxy t . x.x x4 | 2 2 cakrawala x.x xyx /xy | x1x x6 x1xx x5 x5x x x4 x4xx1 |

vitalitas ini te barkan lah cinta hidayah di relung hati a

| 2 4 x3x x x4 x5x x4 | 1 . . . | x1x x x1 1 . xyx x x xt |

gar ba hagia terja di Sadarlah hai ma

| xrx xt y . x.x xr | x2x xx2 x2xx x2 x1xx x x1 xGyx xtx xr | xtx x xxy t . x.x x4 |

nusi -a berpegang yg ter-hormat agar bahagia pan-

diunduh

dari

(26)

| 2 2 cakrawala x.x xyx /xy | x1x xy x1xx x x5 x5x x4 x4xx x x1 | 2 4 x3x x x4 x5x x3 |

carkan-lah pelalah kasih pa da se sa ma a gar ba-hagia du

ni-| 4 . . . ni-| x6x x x2 2 . x6x x x5x x4 ni-| x5x x x5 x5x x3 1 . ni-|

a Belangkin ka dang ha ti capuk tapun terpana

| x2x x3 4 x.x x4 x3x x x2 | x2x x x1 1 . . | x6x x x2 2 . x6x x5x x x4 |

menatap kemilau du – ni – a Adakalanya suara ha

| x5x x5 x5x x3 1 . | x2x x3 4 x.x x4 x3x x x4 | x6x x x5 5 . . |

tupun meronta rasakan palsunya du – ni- a

| x6x x x6 x/6x x6 5 . |x.x x x5x x5 x4x x5x x6 x4x x2x2 x.x x2x x3 |

Ha dir kan cinta satu kan ra sa di dada pancar

x4xx4 x4x x5x x4 x6x x4 x1x x x1 | x6xx x6 x5x x4 x6x x/6 5 | x6x x6 x/6x x6 5 . |

morong rahmat pada sesama bahagialah segenap Jauhkan diri

|x.x x5x x5 x4x x5x x6 x4x x2x x2 x.x x2x x3 | x4x x4 x4x x5x x4 x6xx x4 x1x x1 |

dari amarah di hati agar se lu ruh alam berseri

| x6x x x6 xx5x x x4 x6x x x5 x5x x4x x x4 |

menyambut indahnya dunia ini

diunduh

dari

(27)

Evaluasi

Uraikan jawaban pecah pertanyaan berikut ini!

1. Jelaskan tiga zarah n domestik Jalan Mulia Berunsur Delapan yang

termasuk dalam kelompok moralitas!

2. Jelaskan catur penafsiran sīla beralaskan Kitab
Visuddhimagga!

3. Jelaskan ciri, fungsi, wujud, dan sebab terdekat pelaksanaan sīla!

4. Jelaskan lima cara pengendalian diri!

5. Jelaskan manfaat memperlakukan makhluk lain dengan moralitas!

diunduh

mulai sejak

(28)

Bab 2

Jenis-Jenis


Sīla

9 Mahajana Buddhis terdiri atas bilang kelompok/golongan masyarakat

9 Setiap golongan masyarakat memiliki aturan yang berbeda-beda

9 Ada perbedaan antara vinaya Bhikkhu Theravada dan Bhiksu Mahayana

9 Tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh semua golongan masyarakat Buddhis sama

Fakta

diunduh

dari

(29)

Yuk, Baca Kitab Suci

Appamatto ayaṁ gandho

Yāyaṁ tagaracandanī

Yo ca
sīlavataṁ gandho

Vāti devesu uttamo

(Dhammapada 56)

Tidaklah seberapa,

harumnya bunga tagara

dan kayu cendana; sahaja

harumnya mereka, nan

memiliki
sīla
(kebajikan),

menyebar hingga ke surga.

(Dhammapada 56)

Teks

Pada ki ini akan diuraikan tentang jenis-jenis sīla berdasarkan

beberapa ki perspektif tinjauan, yakni: berdasar jenisnya, berpegang jumlah

kebiasaan/latihannya, berdasar kualitas motif/tujuannya, berdasar turunan

yang mempraktikkannya, dan berpedoman pendirian mempraktikkannya.


Sīla Berdasar Jenisnya

Pakkati


Sīla

Paññati


Sīla


Sīla

Bagan 2.1
Klasiikasi sīla Berpatokan Jenisnya

diunduh

pecah

(30)


1.

Paññati sīla, yaitu aturan/loyalitas tata krama nan dirumuskan alias

sengaja dibuat berdasarkan kesepakatan untuk menciptakan

kondisi masyarakat yang tertib dan damai. Contoh: undang-undang,

regulasi pemerintah, tata tertib, rasam-istiadat. Aturan-resan ini

sifatnya relatif karena farik antara provinsi yang satu dengan

yang lainnya.


2.

Pakatti sīla, yaitu kebiasaan/kepatuhan akhlak yang alamiah nan berlaku

secara menyeluruh. Pancasīla Buddhis termasuk dalam pakatti sīla karena aturan/disiplin n domestik pancasīla Buddhis ialah

panduan ataupun tolok dasar dari norma-norma perilaku baik internal

kehidupan yang berlaku universal.


Sīla Berdasar Kuantitas Latihannya

Patimokkha


Sīla

Dasa

sīla

Attha

sīla

Lima

sīla


Sīla

Bhikkhu


Sīla

Bhikkuni


Sīla

Gambar 2.2
Klasiikasi Sīla Berdasar Jumlah Pelajaran

diunduh

bermula

(31)

1. Pancasīla

Pancasīla atau panca-sīla ini merupakan latihan kepatuhan moral

yang sebaiknya dilaksanakan oleh semua individu, tidak sahaja

oleh umat Buddha (upāsaka dan
upāsikā). Jika semua makhluk

boleh melaksanakan pancasīla ini, dapat dipastikan akan tercapai kehidupan yang akur dunia ini. Lima sīla adalah seperti berikut.

1. Aku bertekad melatih diri menjauhi memenggal makhluk

hidup.

2. Aku bertekad melatih diri pergi mengambil barang

yang tidak diberikan.

3. Aku bertekad melatih diri menghindari perbuatan asusīla.

4. Aku berhasrat melatih diri memencilkan mengucapkan ucapan

yang tidak benar.

5. Aku berhasrat melatih diri menghindari minuman

memabuk-kan hasil penyulingan atau peragian yang menyebabmemabuk-cerek

le-mahnya kesadaran.

2. Attha

sīla

Mereka yang mau menjalankan praktik sīla yang lebih sungguh-sungguh, dapat melaksanakan tutorial delapan sīla (aṭṭhasīla).

Aṭṭhasīla

merupakan pengembangan dari pancasīla. Maka, sebagian isinya sama dengan sīla dalam pancasīla.
Aṭṭhasīla
bisa dilaksanakan setiap saat, cuma pada umumnya dilaksanakan pada perian uposatha.

diunduh

dari

(32)

Gambar 2.1
Ilustrasi Dhammapada 55

Sumber: http://www.ilustrasidhammapada.blogspot.com

Pelaksanaan delapan-sīla ini makin mengondisikan seseorang

untuk terhindar berbunga serbuan objek-objek hangit sehingga

akan mengurangi timbulnya pendambaan, nafsu, atau bahkan

kesombongan yang diakibatkan kontak dengan incaran-objek indra.

Oleh karena itu, delapan-sīla ini sangatlah setuju bikin para umat awam nan ingin alias sedang berlatih meditasi. Delapan-sīla

tersebut adalah seperti berikut.

1. Aku bertekad melatih diri menghindari mendebah makhluk

vitalitas.

2. Aku bertarget melatih diri menghindari mencuil komoditas

yang tidak diberikan.

3. Aku bertekad melatih diri menghindari kelakuan tidak kalis.

4. Aku bertekad melatih diri pergi menitahkan perkataan

yang tidak ter-hormat.

diunduh

dari

(33)

5. Aku bertekad melatih diri menghindari minuman

memabuk-kan hasil penyulingan atau fermentasi yang menyebabmemabuk-teko

le-mahnya pemahaman.

6. Aku bertekad menyingkir makan makanan setelah terlampau

tengah hari.

7. Aku bertekad melatih diri menghindari ibing, menyanyi,

main-main alat musik, dan pergi melihat pertunjukan yang

merupakan rintangan bagi latihan luhur; memakai

anak uang-bungaan, wangi-wangian, dan komoditas-barang kosmetik lakukan

mempercantik diri.

8. Aku bertekad melatih diri memencilkan menunggangi tempat

tidur dan tempat duduk nan tangga dan mewah.

3. Dasa

sīla

Gambar 2.2
Ilustrasi Dhammapada 56

Sumber: http://www.ilustrasidhammapada.blogspot.com

diunduh

bersumber

(34)

Dasa-sīla atau dasasīla adalah sīla yang diperuntukkan bagi

sendiri
sāmaṇera maupun sāmaṇeri. Sepuluh-sīla ini lain banyak

berbeda dengan delapan-sīla karena sembilan sīla pertamanya sekelas dengan sīla yang terdapat pada okta–sīla. Perbedaan yang berarti hanyalah pada sīla nomor sepuluh, yaitu menghindari pendedahan

(termuat juga mengapalkan, menggudangkan, dan menggunakan secara

langsung) emas dan selaka (uang).

Sāmaṇera adalah orang yang meninggalkan sukma berumah

tangga, namun belum ditahbiskan secara penuh (seperti seorang

bhikkhu). Untuk menjadi sāmaṇera
dia harus ditahbiskan maka itu minimal seorang bhikkhu sebagai konsul dari sangha. Hal ini tidak bermanfaat bahwa hanya seorang sāmaṇera yang dapat melaksanakan

sepuluh-sīla. Setiap hamba allah bisa melaksanakannya karena pelatihan
sīla adalah pelatihan cak bagi menjadi pribadi yang kian baik. Dasa

sīla tersebut adalah seperti berikut.

1. Aku bertekad melatih diri menyingkir mendebah anak adam

arwah.

2. Aku bertekad melatih diri menghindari mengambil barang

nan tidak diberikan.

3. Aku bertekad melatih diri menghindari perbuatan enggak suci.

4. Aku bertekad melatih diri menyingkir menyabdakan ucapan

yang tidak benar.

5. Aku bertekad melatih diri menghindari minuman

memabuk-teko hasil penyulingan maupun fermentasi nan menyebabmemabuk-kan

le-mahnya kesadaran.

diunduh

dari

(35)

6. Aku bertekad melatih diri menyingkir bersantap makanan

sesudah lewat perdua hari.

7. Aku bertekad melatih diri menghindari menari, melagu,

bermain perabot musik, dan pergi meluluk pertunjukan yang

yaitu kendala bagi cak bimbingan mulia.

8. Aku berpretensi melatih diri menghindari mempekerjakan

bunga-bungaan, wangi-wangian, dan komoditas-barang kosmetik bikin

mempercantik diri.

9. Aku bertekad melatih diri memencilkan menunggangi tempat

tidur dan tempat duduk nan tinggi dan mewah.

10. Aku bercita-cita melatih diri menghindari menyepakati emas dan

selaka (uang).

4. Patimokkha


Sīla

Patimokkha bhikkhu berjumlah 227 ordinansi untuk bhikkhu

Theravada alias 250 qanun buat bhikkhu Mahayana. Adapun

patimokkha bhikkhuni berjumlah 311 qanun untuk bhikkhuni

Theravada atau 348 peraturan kerjakan bhikkhuni Mahayana.

Perincian
patimokkha kerjakan bhikkhu dan bhikkhuni Theravada

maupun Mahayana bisa dilihat plong tabel berikut ini.

Grafik 2.1
Patimokkha untuk Bhikkhu dan Bhikkhuni

(36)

3

Aniyata

2

-4

Nissagiyapacit-tiya

30

30

5

Pacittiya

92

166

6

Patidesaniya

4

8

7

Sekhiyavatta

75

75

8

Adhikarana

Sa-matha

7

7

Total

227

311

Tabel 2.2
Patimokkha Bhikkhu/Bhikkhuni Theravada dan Mahayana

Mahayana

Vinaya

Bhiksu

Bhiksuni

Parajika

4

8

Sanghavasesa

13

17

Aniyata

2

Naihsargikaprayascit-tika

30

30

Prayascittika

90

178

Pratidesaniya

4

8

Siksakaraniya

100

100

Adhykarana Samadha

7

7

Total

250

348

diunduh

berpunca

(37)


Sīla Berdasar Manusia yang Mempraktikkannya

Bhikkhu/bhikkhuni


Sīla


Sīla

Gahattha


Sīla

Anupasampanna


Sīla

Kerangka 2.3
Klasiikasi Sīla Berdasar Orang yang Mempraktikkannya


1.

Gahattha


Sīla

Sīla yang dipraktikkan oleh umat Buddha perumah tinggi

(upasaka/upasika), merupakan pancasīla dan atthasīla. Pada umumnya,
atthasīla dipraktikkan pada hari-hari tertentu, merupakan tahun uposattha.


2.

Anupasampanna


Sīla

Sīla nan dipraktikkan maka itu samanera/samaneri ialah dasasīla.

Selain
dasasīla, samanera/samaneri kembali mempraktikkan resan

loyalitas suplemen berkenaan dengan kebiasaan-kebiasaan yang

layak dan tidak cukup untuk dipraktikkan.


3.

Bhikkhu/bhikkhuni


Sīla

Sīla untuk bhikkhu/bhikkhuni lain hanya n kepunyaan

besaran peraturan paling banyak, namun juga terbagi menjadi catur

kerubungan, berikut.

diunduh

terbit

(38)

a. Ordinansi moralitas berlandaskan ketetapan patimokkha

(pāṭimokkha saṃvara sīla).

b. Regulasi moralitas yang menginstruksikan seorang bhikkhu

bakal burung laut menjaga keenam pintu indranya (indriya
saṃvara sīla).

c. Peraturan moralitas yang mengeset seorantg bhikkhu untuk

mempunyai penghidupan yang ter-hormat yang (ājivapārisuddhi
sīla).

d. Peraturan moralitas yang mengunstruksikan seorang bhikkhu

buat selalu melakukan meditasi tentang intensi dalam

menggunakan sesuatu, khususnya dalam penggunaan empat

kebutuhan sentral (paccayasannissita sīla).

e. Berdasarkan tingkat pemurniannya, sīla bagi bhikkhu

dan bhikkhuni ini termasuk n domestik kategori tidak terbatas;

sedangkan tiga kelompok sīla sebelumnya (5, 8, dan 10 sīla)

tertera intern kategori rendah.


Sīla Berdasar Kualitas Motif/Tujuan

Panitia


Sīla


Sīla

Hina


Sīla

Majjhima


Sīla

Bagan 2.4
Klasiikasi Sīla Berdasar Kualitas Motif/Tujuan

diunduh

dari

(39)


1.

Hina


Sīla

Hina sīla atau sīla sedikit ialah sīla yang dipraktikkan

dengan maksud untuk memperoleh kelebihan yang bertabiat duniawi.

Contohnya, seseorang mempraktikkan sīla dengan tujuan untuk

berburu simpati terbit sosok tidak, untuk mendapatkan cap baik,

bahkan cak bagi memperoleh jabatan.


2.

Majjhima


Sīla

Majjhima sīla ataupun sīla menengah adalah sīla nan dipraktikkan

dengan maksud bakal memperoleh manfaat nan berperangai surgawi.

Contohnya, seseorang nan mempraktikkan sīla dengan intensi agar

kehidupan lebih jauh boleh terlahir di pataka bahagia alias dapat

terlahir di keluarga yang berkecukupan.


3.

Panita


Sīla

Panita sīla atau sīla mulia/tahapan adalah sīla yang dipraktikkan

dengan tujuan pembebasan. Izin yang dimaksud adalah

pembebasan batin dari keserakahan, kemuakan, dan kegoblokan

batin tanpa berharap memperoleh pahala dalam umur sekarang

maupun yang akan hinggap. Contohnya, seseorang yang menolong

anak adam bukan murni karena kebiasaan cinta kasih dan belas kasihnya terhadap

sesama cucu adam umur.

diunduh

dari

(40)


Sīla Berpegang Pendirian Mempraktikkannya


1.

Varitta sīla, ialah cara mengatasi diri pecah segala apa pikiran,

congor, dan ulah yang tak baik dengan meninggalkan hal-keadaan

yang lain baik.


2.

Caritta sīla, yaitu mandu mengamankan diri dari segala manah,

ucapan, dan perbuatan yang tak baik dengan melaksanakan

hal-kejadian yang baik.

Uraian makin hipotetis tentang cara mempraktikkan sīla akan dipelajari

di tutorial selanjutnya.

Konteks

Mencerna Perbedaan

Masyarakat Buddhis terdiri atas kelompok perumah tangga dan

kelompok non-perumah jenjang. Kelompok perumah tangga disebut

upasaka (adam) dan upasika (dara). Kelompok non-perumah

tangga terdiri atas samanera/samaneri dan bhikkhu/bhikkhuni.

Samanera/samaneri yaitu calon bhikkhu/bhikkhuni.

Setiap kelompok dalam mahajana Buddhis menjalankan aturan

moralitas yang farik-beda dengan harapan intiha yang ekuivalen, yaitu

Nirvana. Pancasīla sekiranya dipraktikkan dengan abstrak oleh upasaka/

upasika akan dapat mengantarkannya mencapai Nirvana. Serupa itu lagi

dasasīla bagi samanera/samaneri dan patimokkha sīla kerjakan bhikkhu/
bhikkhuni.

diunduh

bermula

(41)

Begitu pula dalam hal peraturan kebhikkhuan, masyarakat Buddhis

harus memahami bahwa terdapat perbedaan antara vinaya Bhikkhu

Theravada dan Bhiksu Mahayana. Dengan demikian, diharapkan

masyarakat Buddhis mampu berpose dan berbuat terhadap para bhikkhu

atau bhiksu sesuai dengan vinayanya saban.

Contoh, jika suatu ketika kita melihat seorang Bhiksu Mahayana bersantap

sreg sore hari, maupun Bhikkhu Theravada memakan daging, tidak lantas

kita menganggap bhiksu ataupun bhikkhu tersebut melanggar vinaya.


Sīla Berbeda Tetapi Harapan Sama

NIRVANA

SAMANERA/SAMANERI
BHIKKHU/BHIKKHUNI

UPASAKA/UPASIKA

Tulangtulangan 2.5
Ilustrasi Kelompok Masyarakat Buddhis dan Nirvana

Bagan di atas menggambarkan bahwa tujuan pencapaian kesukaan

terala, Nirvana boleh dicapai oleh semua golongan masyarakat

walaupun sīla yang dipraktikkannya berbeda. Karuan saja setiap golongan

masyarakat tersebut mempunyai tantangan/kendala yang berbeda-beda

intern mempraktikkan sīla untuk merealisasi Nirvana.

diunduh

dari

(42)


Sīla Sebagai Penaung

Tulangtulangan 2.3
Bhikkhu Theravada dan Bhiksu Mahayana

Sebagian hamba allah masih menganggap sīla andai beban sehingga berpikir bahwa makin banyak sīla makin banyak beban. Sebagian umat Buddha

malar-malar berpikir dalam-dalam bahwa Buddha bertindak ketat terhadap bhikkhuni

dengan menerimakan sīla lebih banyak dibandingkan bhikkhu.

Sīla nan merupakan sifat moralitas merupakan pelindung untuk

mereka yang mempraktikkannya. Sīla dapat diibaratkan sebagai gerogol

yang melindungi rumah di dalamnya. Jika sebuah pagar dibangun dengan

tiang-kayu yang banyak dan kokoh, hamba allah-individu nan makmur di dalam

rumah akan makin terlindungi.

Lebih banyak sīla yang kita praktikkan, kita kian nyaman karena terlindungi oleh praktik sīla tersebut. Dengan demikian, Buddha enggak

mendiskriminasikan bhikkhuni, tetapi justru Buddha mereservasi para

bhikkhuni dengan sīla yang bertambah banyak dari bhikkhu.

diunduh

berusul

(43)

Renungan

Cerita Mahakassapa Thera

Sehabis mencapai Nirodhasamapatti (pencerapan batin serius),

Mahakassapa Thera memasuki suatu desa yang miskin di Kota Rajagaha

untuk berpindapatta. Beliau bermaksud kerjakan menyerahkan kesempatan

bagi insan-khalayak miskin tersebut bikin memperoleh makruf sebagai

ha-sil berdana kepada seseorang yang baru saja mengaras Nirodhasamapatti.

Sakka, sultan para dewa, yang berharap mendapat kesempatan lakukan

berdana kepada Mahakassapa Thera, menyamar perumpamaan tukang tenun

yang telah tua dan miskin dan datang ke Rajagaha dengan istrinya Sujata

nan menyamar sebagai wanita tua.

Mahakassapa Thera mengirik di depan ki apartemen mereka. Tukang

tenun yang telah tua renta itu mengambil mangkuk dari Mahakassapa Thera

dan mengisi kobok tersebut munjung dengan nasi dan kari, dan harumnya

kari tersebut menyebar ke seluruh ii kabupaten. Kejadian ini menyadarkan

Mahakassapa Thera bahwa orang tersebut bukan orang biasa. Ia

menghampiri untuk mustakim bahwa sosok tersebut yakni Sakka.

Sakka menerima boleh jadi kamu sebenarnya dan menyatakan bahwa engkau kembali

miskin sebab dia jarang mempunyai kesempatan lakukan mendanakan

sesuatu kepada seseorang sepanjang masa spirit para Buddha. Setelah

mengatakan hal tersebut, Sakka dan istrinya menghindari Mahakassapa

Thera; setelah memberikan penghormatan kepadanya.

diunduh

dari

(44)

Sang Buddha, berasal vihara ajang Ia adv amat, mengetahui bahwa

Sakka dan Sujata telah pergi dan mengatakan kepada para bhikkhu

tentang dana makanan dari Sakka kepada Mahakassapa Thera.

Para bhikkhu kagum bagaimana Sakka mengetahui bahwa Mahakassapa

Thera baru mencecah Nirodhasamapatti, dan merupakan waktu yang

sangat tepat dan bermanfaat baginya cak bagi berdana kepada Sang Thera.

Tanya ini diajukan kepada Sang Buddha, dan Sang Buddha menjawab,

“Para bhikkhu, amal seseorang seperti putra-Ku, Mahakassapa Thera,

menyebar luas dan jauh; sampai-sampai mencapai liwa dewa. Karena tumpukan

ragam baiknya, Sakka seorang mutakadim datang untuk berdana perut

kepadanya”. Kemudian, Sang Buddha membabarkan syair berikut:

Tidaklah seberapa, harumnya bunga tagara dan papan cendana;
Jauh lebih harum adalah mereka nan memiliki sīla (amal).

Tanda harum tersebar di antara para dewa di kalimantang surga.
(Dhammapada Atthakatha 56)

Mari, Bernyanyi

Dimana Bahagia

4/4 Perhalah Cipt. Bhikku Girirakkhito

|. xtx x xy u x.x xt | 5 x.x x3 2 . |. x3x x x4 x5x xx3 x2x xx1 | 4 x.xx5 3 . |

Lama,t’lah kumen- cari ber ke la na bertambah ke- mari

diunduh

dari

(45)

|. x5x x/5 6 x5x x3 | 5 x.x /x4 4 . |x.x x2 x1x xu 1 x.x x3| 5 . . . |

Dimana gerangan dikau duhai baha- gi – a

|. xtx x xy u x.x xt | 5 x.x x3 2 . |. x3x x x4 x5x xx3 x2x xx1 | 4 x.xx5 3 . |

Daku ber- suka angkuh piknik ke ujana ekstrak

|. x5x x/5 6 x5x x3 | 5 x.x /x4 4 . |x.x xy xux x1 u x.x x3 | 5 . . . |

Bahagia sekelebat mata sekadar bagai mimpi

|x.x1 x6x x5 x4x x3 x2x xy | 2 x.xx2 2 .| x.xx2 x3x x x4 x5x x x3 x2x x1|4 x.x5 3 .|

Daku mohon para dewa – dewi masuk ke candi berjunjung jari

|. x5x x/5 6 x5x x4 | 6 x.xu u . | x.x xy xux x1 x3x x3 x2x x1| 2 . . . |

Belaka hanyalah hampa keindraan tak dapat di beli

|. xtx x xy u x.x xt | 5 x.x x3 2 . |. x3xx x4 x5x xx3 x2x xx1 | 4 x.xx5 3 . |

Sekarang ku me-ngerti ba ha gi-a di intern hati

|. x5x x/5 6 x5x x x3 |5 x.x /x4 4 . |x.x xy xux x1 u x.x x3 | 1 . . . |

Dimana sang nafsu lenyap di sana ba- hagia

diunduh

dari

(46)

Evaluasi

Uraikan jawaban berasal soal berikut ini!

1. Jelaskan perbedaan latihan pada pancasīla dan atthasīla!

2. Jelaskan perbedaan cak bimbingan plong atthasīla dan dasasīla!

3. Jelaskan perbedaan antara pannati sīla dan pakatti sīla!

4. Tuliskan konseptual kelakuan bagi membedakan antara hina sīla,

majjhima sīla, dan panitta sīla!

5. Apakah seorang upasaka/upasika dapat mencapai kebahagiaan

terala Nirvana? Jelaskan jawaban dia!

diunduh

berusul

(47)

Bab 3

Manfaat dan

Cara Mempraktikkan


Sīla

Silakan, Baca Kitab Suci

Tesaṁ sampannasīlānaṁ

appamādavihārinaṁ sammadaññāvimuttānaṁ māro maggaṁ na vindati

(Dharmapada 57)

Mara tak boleh menemukan jejak mereka nan n kepunyaan sīla,

nan sukma tanpa kelengahan, dan yang sudah terbebas melalui Pemberitaan Sempurna

(Dharmapada 57)

9 Gembong agama silau kasus syariat

Fakta

9 Ada orang berbuat tebal hati mengatasnamakan agama

9 Masih terjadi pertengkaran antarumat beragama

diunduh

dari

(48)

Teks

Dalam bab ini akan diulas tentang manfaat dan mandu mempraktikkan
sīla. Dengan memahami hal ini, diharapkan orang menjadi tertambat cak bagi

mempraktikkan
sīla dan setelah merasakan manfaatnya, akan menjadikan

praktik sīla sebagai kebutuhan spiritualnya.

A. Guna Mempraktikkan Sīla

Buddha menamakan lima manfaat mempraktikkan sīla dalam
Maha

Parinibbana Sutta (DN. 16), yaitu (1) mendapatkan kekayaan yang

berlimpah melintasi usaha yang giat, (2) reputasi baiknya tersebar luas, (3) penuh berkeyakinan diri, (4) meninggal dengan lengang, dan (5) sehabis meninggal terlahir di alam yang baik (alam surgaloka). Manfaat-manfaat di atas dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut.


1.

Asian Khazanah yang Berlimpah melewati Kampanye Giat

Gambar 3.1
Anathapindika dan Tuanku Jeta Sumber: http://wisdomquarterly.blogspot.com

diunduh

dari

(49)

Walaupun kekayaan sebenarnya adalah berkah utama dari berdana, tetapi tanpa dukungan bermula
sīla dan operasi yang giat, kejadian

ini akan sulit terwujud. Contoh: seseorang yang rajin menabung jika sering melakukan pelanggaran
sīla, satu saat barangkali kamu akan

ditangkap dan dipenjara. Saat bakir privat penjara, prospek lautan engkau tidak n kepunyaan lagi akses pada tabungannya (kekayaannya).

Kejadian ini sebagai makhluk yang terlahir di empat alam rendah. Mereka rumit sekali lakukan menikmati hasil dari berdananya karena kondisi gelanggang hidup yang lain mendukung. Mungkin ada yang berkata, buktinya beberapa sato dapat atma dengan mewah (ideal: anjing, aswa, kucing, atau dabat ternak lainnya hoki bani adam kaya). Hal tersebut bukan dapat dipungkiri, tetapi takdirnya dibandingkan dengan mereka yang mengalami penderitaan, total mereka nan bisa menikmati kesenangan sangatlah kecil. Lebih-lebih bagi mereka yang terlahir di alam neraka, tidak ada kesempatan sesekali meskipun kecil.

Sīla memfasilitasi seseorang terlahir di alam yang baik, ditambah

dengan usaha yang giat dan kecerdasan, hasil dari berdananya memiliki kondisi buat berakibat. Selain itu, karena sīla-nya baik, banyak cucu adam yang percaya dan kepingin berbisnis dengannya. Dengan demikian, bisa diharapkan kekayaannya akan cepat meningkat.

diunduh

dari

(50)


2.

Ketenaran baik tersebar luas

Gambar 3.2
Ilustrasi Popularitas Baik

Orang nan menjaga
sīlanya dengan baik dapat diharapkan

mempunyai tindak-tanduk dan ucapan nan baik pula. Insan nan demikian dapat dipastikan akan disukai oleh banyak cucu adam. Oleh karena itu, adalah suatu hal yang wajar jika reputasi baiknya tersebar luas. Peristiwa ini sesuai dengan segala apa yang dikatakan makanya Buddha kepada Bhikkhu Ānanda detik Bhikkhu Ānanda menyoal kepada Buddha,
“Apakah cak semau suatu hal yang harumnya bisa

membalas sebelah angin, yang boleh menyebar ke seluruh penjuru

dunia?”
Buddha menjawab,
“Ānanda, jikalau ada seseorang

yang menjeput perlindungan kepada Buddha, Dharma, dan

Sangha, yang melaksanakan
pancasīla, yang murah hati, lain
kikir, orang yang demikian sesungguhnyalah dikatakan sebagai

hamba allah yang bermoral dan layak beruntung pujian. Ketenaran orang

diunduh

dari

(51)

nan demikian akan tersebar luas, dan para bhikkhu, brahmana,

dan semua orang akan memujinya, di mana pula dia berada”

(Dharmapada Atthakatha 54 dan 55).

Buddha juga mengklarifikasi bahwa reputasi dari makhluk yang melak-sanakan sīla dengan baik boleh tersebar hingga ke tunggul dewa. Di-katakan n domestik Makhadeva Sutta (Majjhima Nikaya 83) bahwa popularitas Raja Nimi yang rajin menjalankan
uposatha (delapan)

sīla sreg tahun ke-8, 14, dan 15 (sistem takwim bulan) membuat

para dewa dari pan-ji-panji dewa tingkat dua (Tāvatiṃsa) ingin bertemu

dengannya; dan Sakka, si raja betara mengirimkan kereta kudanya yang ditarik oleh seribu kuda unggul kerjakan menjemputnya.


3.

Penuh Percaya Diri

Bentuk 3.3
Berketentuan Diri

Begitu juga yang telah dikatakan pada penjelasan mengenai ‘reputasi

baik tersebar luas’
bahwa orang yang menjaga
sīla-nya dengan

baik dapat diharapkan mempunyai tindak-tanduk dan ucapan yang baik kembali. Orang yang demikian dapat dipastikan akan disukai maka dari itu

diunduh

berpunca

(52)

banyak orang. Oleh karena itu, mereka mumbung beriktikad diri, bukan ada rasa sipu, canggung, atau rendah diri dalam beramah-tamah di semua lapisan/kelompok publik, baik itu kelompok atas (seperti anggota kerajaan, pembesar tingkatan, dan orang-hamba allah kreatif), menengah, alias bawah. Selain itu, orang yang bermoral baik, penuh percaya diri karena tak suka-suka perbuatannya yang dapat dicela oleh para bijaksana.


4.

Meninggal dengan Sepi

Hamba allah yang hidupnya dianugerahi maka dari itu tiga berkah di atas, kebolehjadian besar akan hidup tenang. Selain itu, manusia nan benar-benar melaksanakan dan menjaga
sīla-nya dengan baik, tingkah

lakunya bermartabat, sebut katanya lembut, disenangi banyak insan, rendah (atau lebih lagi bukan punya) padanan, dan juga akan dipuji maka itu para bijaksana. Dengan demikian, bagaimana mungkin anak adam yang n kepunyaan kualitas sani seperti ini bisa hidup lain tenang? Mereka tentu kehidupan dengan tentang. Karena kemurnian berbunga moralitasnya, enggak sekadar semasa hidupnya mereka penuh dengan kesejahteraan dan keluasan pikiran, tetapi kemungkinan besar detik meninggal pun mereka akan berada dalam keadaan akur dan hening.

Gambar 3.4
Spirit Demen mati Tenang Sumber: http://www.bukalapak.com

diunduh

dari

(53)

Buddha bersabda dalam syair
Dharmapada 165,
“Sesungguhnyalah, oleh dirinya sendirilah kejahatan dilakukan

dan oleh dirinya sendirilah dirinya tercemar; oleh dirinya

sendirilah kejahatan enggak dilakukan dan maka itu dirinya sendirilah

dirinya termurnikan. Kemurnian dan ketidakmurnian sepenuhnya

gelimbir pada dirinya koteng; lain ada seorang pun nan dapat

memurnikan insan enggak.”

Selain itu, Buddha juga menyerahkan catur kepastian dalam
Kesamutti Sutta
atau Kalama Sutta (Anguttara Nikaya 3. 65),
“Para petatar nan Mulia, Kaum Kalama, yang pikirannya bebas

berbunga kegeraman, bebas dari niat biadab/kesirikan, bersih dan

ikhlas, adalah sira nan memiliki 4 kepastian di sini dan momen ini.”

Catur kepastian tersebut adalah sama dengan berikut.

a. Sekiranya ada kehidupan yang akan datang dan terserah buah/

hasil berusul kelakuan baik ataupun buruk, adalah hal yang mungkin saat meninggal, akan terlahir di alam bahagia, bendera dewa/ kedewaan.

b. Takdirnya tidak ada jiwa yang akan datang dan tidak ada biji zakar/hasil dari perbuatan baik atau buruk, tetapi di spirit ini, di sini dan saat ini, saya menjaga diri saya dalam ketenteraman, objektif semenjak permusuhan, bebas dari niat virulen/kegeraman, dan keburukan.

c. Jikalau buah/hasil dari perbuatan buruk menjangkiti pelakunya, saya tidak berbuat perbuatan buruk, bagaimana hasil perbuatan buruk akan menimpa saya yang tidak melakukannya.

diunduh

berusul

(54)

d. Kalau biji kemaluan/hasil berpangkal perbuatan buruk enggak menimpa pelakunya, saya bisa memastikan diri saya tahir dalam kejadian segala apa pun.

Seseorang yang melaksanakan dan menjaga
sīla-nya dengan

baik, jika beliau teringat atau merenungkan dua ujar-ujar Buddha di atas, dapat dipastikan dirinya akan menjadi bahagia dan hening. Meskipun berada dalam keadaan sekarat, kebahagiaan yang kulur karena telah hidup sesuai dengan Dharma akan membuatnya senyap dalam segala keadaan, termasuk momen menghadapi mortalitas.

Perlu kembali diketahui bahwa salah satu mulai sejak catur puluh subjek meditasi ketegaran/konsentrasi (samatha bhāvanā) cak semau yang disebut sīlānussati, yakni perenungan adapun sīla. Seseorang yang dapat melaksanakan
sīla dengan baik akan mudah melakukan

tafakur ini. Situasi ini dikarenakan saat dia merenungkan moralitasnya, kamu akan mengingat-ingat bahwa moralitasnya baik sehingga pikirannya akan cepat senyap dan terpumpun. Sekiranya hal ini terus dilatih dan dikembangkan, boleh dipastikan engkau akan meninggal dengan tenang.


5.

Pasca- Meninggal Terlahir di Bendera nan Baik

Orang nan menjalankan dan menjaga sīla dengan baik akan men-gakumulasi banyak sekali karma baik. Selain itu, seperti penjelasan sebelumnya, dia akan meninggal dengan tenang. Hal manah saat meninggal sangatlah menentukan ke mana seseorang akan di-lahirkan kembali. Seseorang yang meninggal pada saat pikirannya

diunduh

dari

(55)

terserang keserakahan (lobha), dia akan terlahir kembali menjadi hantu kelaparan (kar) atau jin (asura). Seseorang yang meninggal

pada momen pikirannya terserang kebencian/repetan (dosa), dia akan terlahir kembali menjadi makhluk penghuni neraka (niraya); dan yang terserang kebegoan mental (moha), akan terlahir sebagai binatang (tiracchāna).

Banyak narasi yang mengobrolkan mengenai kelahiran seseorang di alam bahagia sebagai hasil dari berlatih
Dharma (dana, sīla,

dan perenungan). Misal contoh kisahan Upāsaka Dhammika dalam

Dharmapada Atthakatha
16. Suatu saat di kota Sāvatthī, kehidupan

seorang
upāsaka
yang bernama Dhammika. Dia adalah sendiri lelaki nan berbudi indah (bermoral) dan suntuk senang berdana. Beliau dengan murah hati memberikan upeti tembolok dan kebutuhan lainnya bagi para bhikkhu secara teratur dan juga pada hari-hari singularis. Sesungguhnya, engkau yakni pemimpin dari lima ratus umat Buddha (upāsaka dan
upāsikā) yang tinggal di Kota

Sāvatthī.

Dhammika memiliki tujuh anak lanang dan sapta anak kuntum. Mereka, ekuivalen seperti Dhammika, adalah anakanak nan berbudi indah dan gemar berdana. Momen Dhammika mengalami remai parah dan sekarat akan meninggal, dia memohon kepada Sangha untuk datang ke rumahnya dan membacakan beberapa
sutta

di samping pembaringannya.

diunduh

berasal

(56)

Rancangan 3.5
Ilustrasi Dharmapada 16

Mata air: http://www.ilustrasidharmapada.blogspot.com

Ketika para bhikkhu medium membacakan Mahāsatipaṭṭhāna Sutta, enam kereta jaran yang penuh hiasan berpokok alam batara nomplok untuk mengundangnya menyingkir ke alam mereka saban. Dhammika menjatah tahu mereka bagi menunggu sejemang karena mengirik mengganggu pembacaan
sutta
yang semenjana berlangsung.

Semata-mata, para bhikkhu menyengaja bahwa Dhammika meminta mereka cak bagi menghentikan pembacaan suttanya. Maka, mereka menghentikannya dan meninggalkan memencilkan gelanggang itu. Sesaat kemudian, Dhammika memberi tahu momongan-anaknya akan halnya heksa- kereta kuda yang sedang menunggunya. Momongan-anaknya menangis karena mengira ayah mereka masa ini menjadi tidak waras. Hal ini dikarenakan mereka tidak bisa melihat cikar berpokok alam dewa tersebut.

Dhammika kemudian lamar anaknya lakukan cekut catatan bunga dan menanya, “Alam dewa manakah yang harus aku diskriminatif bila situasi ini bersusila adanya?” Mereka menjatah adv pernah ayahnya

diunduh

dari

(57)

cak bagi memintal alam dewa
Tusita. Dhammika lagi memutuskan

bagi memilih alam
Tusita
dan menanyakan pelecok suatu anaknya bagi

menyakatkan perahu karangan bunga tersebut ke peledak. Garitan bunga tersebut tetap menggantung di awan karena menyangkut di kereta kuda dari alam
Tusita. Dhammika pula kemudian meninggal dan

terlahir di kalimantang
Tusita.

Demikianlah, orang nan beristiadat mulia berbahagia di kehidupan (dunia) ini dan lagi di umur berikutnya. Sang Buddha mengakhiri cerita tersebut dengan mengucapkan puisi
Dharmapada

16, “Dikehidupan ini engkau berbahagia, di roh berikutnya

beliau asian; Seseorang yang berbuat ragam baik,

berbahagia di kedua kehidupannya. Ia berkat dan alangkah

berbahagia ketika dia melihat kemurnian pecah tindakannya.”

Selain yang diuraikan intern
Maha Parinibbana Sutta, manfaat

dari mempraktikkan sīla kembali dijelaskan privat kitab-kitab lainnya. Keistimewaan tersebut di antaranya seperti berikut.


6.

Tercapainya Kehausan

Rajah 3.6
Ilustrasi Sikap Percaya Diri Sumber: http://my.opera.com

diunduh

dari

(58)

Privat
Dānūpapatti Sutta (Anguttara Nikaya 8. 35) Buddha

bersabda bahwa maksud dari penderma akan teraih berkat kemurnian moralitasnya.

Buddha dalam suatu kesempatan menyatakan kepada para
upāsaka
yang semenjana menjalani hari
uposatha.

Beliau berujar,
“Para upāsaka, sikap kalian baik, jika kalian mengisi musim uposatha

dengan melakukan dana, menjaga sīla, meredam kemarahan,

akur lever, dan melaksanakan tugas kalian. Para pria bijaksana

di masa lalu memperoleh reputasi bahkan cuma dari

menjalankan sepotong hari uposatha”.


7.

Menyembuhkan Ki kesulitan

Bentuk 3.7
Ilustrasi Sikap Percaya Diri

Salah suatu kisah privat Visuddhimagga yang menceritakan ten-tang kasus penyembuhan bernasib baik kekuatan kemurnian pelaksanaan
sīla yakni kisah Bhante Sāriputta (VM I,116). Cerita singkat tentang

kesembuhan Bhante Sāriputta adalah seumpama berikut.

Suatu hari momen Bhante Sāriputta berkampung di sebuah wana bersama Bhante Mahā Moggallāna, dia terserang sakit perut yang parah. Memafhumi situasi itu, Bhante Mahā Moggallāna bertanya,

diunduh

berpunca

(59)

“Apa nan umumnya kamu gunakan lakukan mengatasi peristiwa ini

sebelumnya?”

Bhante Sāriputta memberitahunya bahwa biasanya ibunya memberikan dia campuran bubur beras dengan payudara murni, ghee, istri muda, dan gula.
“Baiklah teman, bila kita mempunyai karma

baik, besok kita akan mendapatkannya,” kata Bhante Mahā

Moggallāna Saat itu, batara nan bersemayam di tanaman dempang mereka tinggal mendengar percakapan mereka dan berpikir bahwa dia akan mendukung mencarikannya.

Kemudian, dewa itu pergi ke apartemen salah suatu donor kedua bhikkhu dan menciptakan menjadikan anak laki-laki tertuanya kesampukan. Dia bersabda,
“Bila besok kalian dapat menyediakan bubur buah dada

untuk Thera, aku akan membebaskannya.” Mereka bersuara,

“Bahkan tanpa diminta olehmu, kami secara teratur menyediakan

kebutuhan para kamitua.”

Rajah 3.8
Bhikkhu Pindapata

Sumber: http://www.lickr.com

diunduh

bermula

(60)

Keesokan harinya, mereka pun menyiapkan bubur susu dan memberikannya kepada Bhante Mahā Moggallāna yang sedang mengumpulkan dana kandungan (piṇdapāta). Setelah kembali,

Bhante Mahā Moggallāna merenjeng lidah kepada Bhante Sāriputta,
“Ini,

temanku Sāriputta, makanlah.” Sahaja sebelum memakannya,

Bhante Sāriputta dengan manfaat embaran super normalnya dia mengerti bagaimana bubur susu tersebut didapat, yakni atas desakan dari batara. Maka, Bhante Sāriputta memberitahu Bhante Mahā Moggallāna bahwa makanan tersebut tidak dapat digunakan.

Tanpa berpikir dalam-dalam,
“Dia tidak memakan ki gua garba yang aku bawa,”

Bhante Mahā Moggallāna langsung menuang bubur susu tersebut ke kapling. Sejenis itu bubur susu tersebut menyentuh petak, sakit perut Bhante Sāriputta pun hilang dan tidak pernah kambuh sekali lagi.

Bhante Sāriputta memberikan contoh bahwa keaslian
sīla

haruslah dijunjung tinggi, sekalipun hidup sebagai taruhannya. Hal ini tidak hanya main-main bagi para bhikkhu, semata-mata pun berlaku untuk semua cucu adam. Kisah sembuhnya sakit ki gua garba Bhante Sāriputta menunjukkan bahwa biji zakar karma baik dari hasil pelaksanaan
sīla

yang baik sangatlah luar biasa. Kaprikornus, mutakadim selayaknyalah setiap basyar untuk berusaha menjaga keaslian sīla-nya semaksimal mungkin.


8.

Landasan bagi Tercapainya Pencerahan

Sebelumnya telah dibahas beberapa manfaat berasal melaksanakan
sīla, sekadar semuanya adalah kebaikan duniawi. Adegan ini dapat

dikatakan sebagai manfaat tertinggi berasal melaksanakan sīla karena di sini sīla berperan sebagai landasan untuk tercapainya sesuatu yang berkepribadian adiduniawi, yaitu pencerahan.

diunduh

bermula

(61)

Susuk 3.9
Buddha Gotama Mencapai Pencerahan

Perigi: http://jatakakatha.iles.wordpress.com

Pencerahan dicapai lain belaka tindakan bodi dan ucapannya saja nan murni, tetapi pikirannya pun terbebas dari kekotoran mental. Ini dicapai karena selalu menjaga perhatian murninya (sati

– indriya saṃvara sīla) sehingga pikirannya bagaikan emas yang

sudah lalu dimurnikan, yang siap dan fertil intern keadaan yang sangat tepat kerjakan menjejak tingkat kegadisan
Arahat. Hal terdahulu yang

wajib diingat di sini yaitu
sīla main-main sebagai landasan, tetapi

nan mengangkut tercapainya pencerahan adalah latihan khalwat
vipassanā.

B. Cara Mempraktikkan Sīla

Pada pelajaran sebelumnya telah disebutkan bahwa praktik sīla boleh dilakukan dengan dua cara, yaitu menjauhi hal-situasi tang enggak baik (varitta sīla) dan melaksanakan peristiwa-peristiwa nan baik (caritta sīla). Pelecok satu sempurna
varitta sīla merupakan pancasīla, sedangkan keseleo suatu contoh

caritta sīla merupakan panca dharma. Uraian berikut berisi tentang pancasīla

dan panca-dharma secara terinci.

diunduh

berasal

(62)

Panca
sīla


1.

Menghindari Gorok Makhluk Hidup

Gambar 3.10
Jangan Menzabah

Ada lima faktor untuk dapat disebut memenggal

a. Ada manusia kehidupan

b. Mengetahui bahwa hamba allah itu masih atma c. Berpikir untuk membunuhnya

d. Berusaha bakal membunuhnya

e. Makhluk itu mati sebagai akibat dari usaha tersebut

Akibat yang dapat keluih karena menumbuk sīla pertama

a. Lahir kembali kerumahtanggaan keadaan kurang

b. Mempunyai wajah yang buruk c. Mempunyai perawakan yang jelek d. Berbadan letoi, berpenyakitan

e. Tidak begitu cerdas

f. Selalu resah/cemas, takut

g. Dimusuhi dan dibenci banyak orang, tidak punya pengikut

diunduh

bersumber

Source: https://123dok.com/document/yj7690ky-pendidikan-agama-buddha-dan-budi-pekerti-kelas-xi.html