Hubbul Wathon Minal Iman Artinya

Pecihitam.org
– Perihal patois
hubbul wathon minal iman
atau patriotisme, dewasa ini menjadi perdebatan yang cukup suam di kalangan umat Islam. Bahkan, perdebatan yang terjadi kemudian menimbulkan konflik yang sebenarnya tambahan pula jauh pecah apa yang menjadi khasanah
hubbul wathon minal iman
itu koteng.


Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-kata sandang keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim penyunting yang bisa menulis secara rutin. Dia dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menebarkan artikel ini ke saluran-susukan sosial media dia atau apalagi kamu bisa ikut Berdonasi.



DONASI Waktu ini

Sebagian ada yang menganggap bahwa
hubbul wathon minal iman
adalah sebuah hadis Rasulullah Saw. Kalimat ini dianggap hadis karena secara redaksi mirip dengan redaksi sejumlah perkataan nabi lain. Semisal titah
an-Nadhafatu minal iman, dan tak sebagainya.

Mengenai perdebatan ini, pada kisaran abad kesembilan Hijriyah, Imam as-Sakhawi, pelecok satu petatar Rohaniwan Ibnu Hajar al-Asqalani, koteng pakar hadis terkemuka, memfokuskan bahwa kalimat
hubbul wathon minal iman
adalah sebuah titah yang berstatus
maudhu’.

Hadis
maudhu’
adalah hadis imitasi. Artinya kalimat tersebut bukanlah ucapan Rasulullah Saw, namun merupakan kalimat yang dibuat-buat dahulu dinisbatkan kepada Rasulullah Saw. berbunga keterangan ini dapat disimpulkan, pendapat yang mengatakan bahwa kalimat
hubbul wathon minal iman
adalah sebuah sabda, merupakan pendapat nan tak mempunyai sumber akar dan tidak bisa dipertanggung jawabkan sanadnya.

Tambahan pula, cak semau sebagian kaum muslim tidak nan menolak mentah-hijau apa pemahaman yang dianggap mirip dan berbimbing dengan kalimat ini. Ajaran tentang nasionalsime dan nasionalisme yang secara substansi berucap tentang mencintai ibu pertiwi dianggap sesat, tidak benar, dan sama sekali bukan merupakan ramalan Rasulullah Saw.

Pendapat ini mengatakan demikian karena seakan-akan doang berpedoman sreg status
maudhu’
dari hadis tersebut sehingga memahami bahwa menganakemaskan kapling air bukan visiun Rasulullah Saw.

Sekalipun Imam Akhawi berpendapat bahwa kalimat
hubbul wathon minal iman
yakni sebuah hadis gelap, tetapi beliau tetap membenarkan peranakan maknanya, bahwa cinta petak air merupakan babak dari imam dan merupakan salah suatu ajaran Rasulullah Saw.

Lebih jauh, plong kisaran abad 11 H. Pendeta Ismail bin Muhammad al-Aljuni, seorang pakar hadis terkemuka asal Syam juga membenarkan jargon
hubbul wathon minal iman. Kesahihan patois ini dapat dipahami dari firman Allah mengenai penjelasan sikap cucu adam-orang beriman privat ayat berikut:

وَمَا لَنَآ أَلَّا نُقَٰتِلَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَقَدۡ أُخۡرِجۡنَا مِن دِيَٰرِنَا

Apa yang membuat kami tak berperang dijalan Tuhan padahal kami sudah diusir dari tanah air kami”. (QS. Al-Baqarah: 246)

N domestik ayat tersebut jelas bahwa salah satu berpangkal rasam-adat orang orang islam adalah rela berkorban dan bergelut demi membela persil air nan menjadi rumahnya. Pengorbanan demikian ini merupakan bukti berpunca besarnya rasa gegares terhadap petak airnya.

Pada kurun nan sama, Syaikh Ismail al-Haqqi seorang ulama juru tafsir dari Turki juga berpendapat bahwa secara kekayaan
hubbul wathon minal iman
yaitu ajaran Rasulullah Saw. inferensi ini unjuk ketika memahami pertanda berpokok firman Allah Swt yang artinya

Senyatanya Dzat yang telah mensyariatkan kepadamu al-Qur’an akan mengembalikanmu ke tempat kembali”. (QS. Al-Qashash: 85)

Selain keterangan di atas, ada bilang dalil dan pendekatan nan menjadi dasar keabsahan
hubbul wathon minal iman.

Pendekatan mula-mula, burung laut watan adalah bagian dari mencintai Rasulullah Saw. Hal ini dikarenakan termasuk berusaha meneladan akhlak ia. Keimanan yang betul-betul eksemplar ialah mencintai dan ki mawas Rasulullah Saw secara total sonder memilah-milah-pilih.

Dalam pelecok satu hadis riwayat Imam Bukhari disebutkan, “Tidak cermin iman seseorang hingga aku bertambah ia cintai dibanding insan tua lontok dan anak-anaknya”. (HR. Bukhari)

Berkaitan dengan perkataan nabi tersebut, Syekh Qadhi ‘Iyadh mengatakan, “Tercantum penyempurna iman yakni menyayangi seluruh hal yang dicintai oleh Rasulullah Saw, menirukan seluruh perilakunya dan beretika dengan akhlak-akhlaknya”.

Maka sangatlah wajar apabila kemudian para sahabat Rasul Saw yang sangat mencintai Rasulullah Saw, menyerukan buat menyayangi tanah air.

Begitu juga sahabat Umar bin Khattab yang mengatakan, “Seandainya lain ada kerap tanah air, niscaya negeri yang hancur akan semakin terpuruk. Maka dengan cinta tanah air, negara-negara akan termakmurkan”.

Dalam catatan sejarah Indonesia, nasionalisme ataupun cinta petak air memiliki kaitan dan ketertarikan erat dengan kecintaan kepada Rasulullah Saw. Dulu di zaman penjajahan Belanda, lantunan penghargaan-sanjungan untuk kanjeng sultan Nabi Saw selalu disandingkan dengan syair-syair bertemakan kewarganegaraan.

Ini tak lepas berpunca semangat untuk mengoptimalkan rasa nasionalisme demi mencapai kemerdekaan. Sebagai halnya yang dituturkan oleh
KH. Maimoen Zubair:

Saya masih sadar lagu:

ياَ لَلْوَطَنْ ياَ لَلْوَطَن ياَ لَلْوَطَنْ * حُبُّ الْوَطَنْ مِنَ اْلإِيمَانْ

وَلاَتَكُنْ مِنَ الْحِرْماَنْ * اِنْهَضوُا أَهْلَ الْوَطَنْ

Enaknya bukan main didendangkan. Dulu berbarengan saya boncel, ketika baca Maulid Barzanji maupun Maulid Diba’, pada detik
mahallul qiyam
detik ayah saya membaca syair Asyraqal:

ﺃﺷﺮﻕ ﺍﻟﺒﺪﺭ ﻋﻠﻴﻨﺎ * ﻓﺎﺧﺘﻔﺖ ﻣﻨﻪ ﺍﻟﺒﺪﻭﺭ

ﻣﺜﻞ ﺣﺴﻨﻚ ﻣﺎ ﺭﺃﻳﻨﺎ * ﻗﻂ ﻳﺎ ﻭﺟﻪ ﺍﻟﺴﺮﻭﺭ

Lalu dijawab dengan syair:

اِندُونيْسِياَ بِلاَدى * أَنْتَ عُنْواَنُ الْفَخَامَة

كُلُّ مَنْ يَأْتِيْكَ يَوْمًا * طَامِحاً يَلْقَي حِماَمَة

Fakta memori ini membuktikan bahwa kecintaan para ulama Nusantara terhadap ibu pertiwi dijiwai oleh kecintaan kepada Rasulullah Saw. ijtihad para jamhur pendahulu ini kemudian dilanjutkan oleh generasi-generasi setelahnya.

Seperti KH. Muslim Rifa’i Imampuro dari Klaten, Maulana al-Habib Luthfi polong Yahya terbit Pekalongan, dan masih banyak pula. Lebih lagi, Maulana al-Habib Luthfi bin Yahya sebatas menggagas sebuah kampanye bertajuk “Maulid pembela negara” yang mengajak para pecinta Nabi untuk menjadi pembela negara.

Pendekatan kedua, cinta petak air sejatinya adalah mencintai bangsa. Mencintai bangsa adalah mendambakan kurnia bagi mereka, sebagaimana sekiranya kemustajaban itu terletak pada dirinya.

Rasulullah Saw bersabda, “Tak cermin iman seseorang hingga beliau mencintai kebaikan untuk tembuni atau tetangganya. Sebagaimana kamu mengesir kelebihan itu terjadi puas dirinya”. (HR. Muslim)

Pecah sejumlah hadis Nabi Saw, sikap para sahabat, dan pendapat ulama-jamhur terdahulu yang sudah disebutkan di atas sudah lalu makin dari pas bagi membagi kesimpulan bahwa mencintai kapling air merupakan bagian dari syariat Selam dan menjadi salah satu kepingan dan biji kemaluan dari kesempurnaan iman.

Singkatnya, makna
hubbul wathon minal iman
adalah “cinta petak air episode bermula penyempurna keimanan”. Cinta tanah air yang dimaksud adalah kecintaan nan dilatarbelakangi oleh keinginan meneladani Rasulullah Saw, menyambung tali persaudaraan, kecenderungan berbuat baik terhadap seluruh penduduk nan ada di dalamnya.

Dari semua penjelasan di atas, jelaslah apa nan dimaksud ungkapan KH. Wahab Hasbullah, detik beliau ditanyai maka itu
Ir. Soekarno
mengenai hakikat
hubbul wathon minal iman
atau nasionalisme, yaitu:
Nasionalisme ditambah bismillah itulah Selam. Sekiranya Selam dijalankan dengan moralistis, pasti umat Islam akan nasionalis”. Wallahu A’lam.

Sumber:
Buku Membela Indonesia

  • Author
  • Recent Posts

Khoirul Aini

Source: https://pecihitam.org/hubbul-wathon-minal-iman/