Hubbul Wathon Minal Iman Artinya

Assallamu’allaikum mass-miss sadayana

image

Masshar2000.Com
– Dimasa nan saat ini ini , dengan melihat diberbagai negara timur tengah yang dilanda opsi lain berketentuan pada pemerintah dan menjamurnya aksi kilafah , memang sepatutnya kita harus waspada dengan gerakan-manuver super radikal ini.
Kenapa saya sebut super radikal , karena sebenarnya mereka sudah diatas drastis alias makar memberontak kepada pemerintah yang sah dan itu mesti diperangi.

Jamhur-ulama di negara kita , makin tepatnya ulama-jamhur NU memiliki slang tersendiri dengan kalimat ”
Hubbul Wathan Minal Iman
“.
Dan sekali lagi mengenalkan Islam Nusantara , untuk lebih menyayangi negaranya .

” Hubbul Wathan Minal Iman atau Mencintai negara sebagian berbunga Iman”, idiom ini diyakini oleh sebagian umat muslim bagaikan hadist Nabi, tanggal benar-benar sudah menyelidiki dengan mendalam atau tidak. Tapi, mari kita berdialektika sekilas bagaimana idiom yang diyakini sebagai hadist ini tertanam internal pemikiran masyarakat, sebagai contoh Indonesia.



Yuk kita baca dengan seksama dari pakarnya masalah ini .
Beliau adalah Muhammad Masrur , koteng Peneliti Hadist di el-Bukhari Institute, Redaktur Bincang Syariah.com, dan Mahasantri Darus-Sunnah.

Urusan mencintai negara (bahasa Arab: hubbu-l-wathan) merupakan bagian nan paling esensial dari kampanye patriotisme. Chauvinisme tidak sekedar menjadi pembicaraan dan ideologi, tapi sejak berdirinya negara-negara, patriotisme sekali lagi terwujud didalam sistem administratif negara. Warga Negara Indonesia sudah karuan berkewarganegaraan Indonesia kalau ia lahir di negara ini, dan kedua orangtua berkewarganegaraan yang sama, n domestik hukum kewarganegaraan seremonial disebut ius soli. Darurat yang mengajuk keturunan asal orang tua, biar lain lahir bukan di negeri asalnya, disebut ius sanguinis.
Bahkan, sebelum ada prinsip-kaidah eksekutif di atas, nasionalisme sebenarnya sudah lalu ada secara kultural.

Ikatan sendiri dengan daerah asalnya yakni bagian dari bentuk-rajah institusi sosial. Institusi sosial ini akan terus menguat, jika ada semangat yang sederajat bagi modern atau mengatasi sebuah masalah.
Mahajana yang notabene-nya santri misalnya, sebelum kemerdekaan mereka sudah menggema-dengungkan hubbul wathan minal iman perumpamaan jargon melawan kolonialisme.

K.H. Zainal Mustafa dari Tasikmalaya misalnya, menjadikan ini sebagai prinsip bagi para santrinya untuk melawan tindak cula penjajah.
K.H. Wahab Hasbullah mulai sejak Jombang, menggubah kata majemuk ini kedalam sebuah tembang yang disuarakan untuk menyemangati rakyat melawan penjajah, lega hal 10 November 1945 di Surabaya (kemudian dijadikan Perian Pahlawan).

Menyoal Frasa ” Hubbul Wathan minal Iman “,
As-Sakhawi privat al-Maqāshid al-Hasanah menyatakan bahwa ungkapan ini bukanlah hadist.
Tak doang Sakhawi, ungkapannya ini disepakati makanya seluruh ulama, diantaranya al-‘Ajluni kerumahtanggaan karyanya yang berjudul Kasyf al-Khafā, dan al-Albani (jamhur wahabi) internal Alur al-Ahādits al-Mawdhu’ah.
Mula al-Qāri kerumahtanggaan al-Asrār al-Marfu’ah menyitir bilang pendapat untuk menjelaskan redaksi ini, start mulai sejak perkataan kalau itu merupakan ungakapan Rasul Isa As., tuturan sebagian ulama salaf, hingga mereka yang tidak memberikan pendapat barang apa-apa soal kata majemuk ini.

Masih adanya polah penilaian menunjukkan setidaknya dua hal penting.
Pertama, dengan segala perdebatan yang cak semau soal otensitisitas, kata majemuk ini nampaknya sudah populer sejak zaman lampau. Bahwa tak menutup kemungkinan sekiranya orang berketentuan juga mencintai tanah kelahirannya. Terlebih, lewat kecintaan lahan kelahiran, persatuan antara basyar berkepastian semakin kuat, karena mereka juga tertawan oleh perpautan tanah kelahiran, meski mungkin keyakinan keagamaan mereka berbeda-tikai.

Kedua, para ulama melihat ungkapan ini bukan terlalu bertentangan dengan dasar ajaran agama. Rupanya ada bilang hadis yang mengisyaratkan tentang kecintaan manusia berkepastian pada petak airnya.
Misalnya perkataan nabi yang diriwayatkan Ibn Abi Hatim:
حَدَّثَنَا أَبِي، ثنا ابْنُ أَبِي عُمَرَ، قَالَ: قَالَ سُفْيَانُ، فَسَمِعْنَاهُ مِنْ مُقَاتِلٍ مُنْذُ سَبْعِينَ سَنَةً، عَنِ الضَّحَّاكِ، قَالَ:”لَمَّا خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَكَّةَ فَبَلَغَ الْجُحْفَةَ اشْتَاقَ إِلَى مَكَّةَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَلَيْهِ الْقُرْآنَ  ” لَرَادُّكَ إِلَى مَعَادٍ ”  إِلَى مَكَّةَ”.
“Berpangkal al-Dhahhāk, sira berkata: saat Rasulullah Saw. keluar berasal kota Mekkah, lalu sampai di al-Juhfah (tempat diantara Mekkah dan Madinah), beliau rindu dengan Mekkah, maka Allah Swt. Meletakkan ayat: “… bukan main (Halikuljabbar) akan mengembalikanmu ke arena pula (yaitu ke Mekkah).”

Hadits yang diriwayatkan Ibn Abi Hātim al-Rāzi didalam tafsirnya ini, diamini makanya banyak penafsir al-Qur’an, seperti al-Thabathabā’i, Ibn ‘Asyur, dan Sayyid Quthub seperti nan dijelaskan Quraish Shihab di dalam tafsir al-Mishbah.

Fenomena yang terjadi momen ini, senyatanya menunjukkan jika memanjakan negara itu n kepunyaan andil lautan, dalam menjaga keberlangsungan nyawa dan pelaksanaan ajaran agama, nan didasari oleh religiositas. Les dari kearifan para tokoh bangsa saat menjadikan kata majemuk ini (bisa bintang sartan diyakini sebagai hadist), yakni sarana meningkatkan sukma juang rakyat, harus kita teladani dan ambil semangatnya puas perian ini.

Memakmurkan dan ikutikutan muka bumi ini (teragendakan kampung pekarangan) adalah bagian dari ajaran Islam, yaitu mensyukuri pemberian nikmat kehidupan di dunia ini, dengan bekerja mengejar kas dapur nan halal.
Memang, tanah tumpah tak cuma soal lahan kelahiran, atau kampung. Mula al-Qari misalnya menambahkan sekiranya al-wathan lagi memiliki interpretasi makna akhirat. Karena kita semua akan kembali ke “kampung” akhirat, maka pantaslah sekiranya kita merindukannya.

Ala Kulli Hāl, perdebatan apakah kata majemuk ini hadist atau enggak tidak menjadi inti permasalahan.
Sungguhpun bukan hadist , secara makna rupanya engkau lain bertentangan dengan hidup ajaran Islam lakukan memakmurkan dan menegakkan kesamarataan mayapada yang telah Allah ciptakan cak bagi manusia.

Maka, mau saya tutup gugus kalimat ini dengan ungkapan al-‘Amiri, seorang ulama hadist momen menjelaskan singgasana jargon hubb al-wathan ini,
إِذَا أَردْتَ أن تَعْرف الرَّجل فانظُر كيف تَحَنُّنُه إلى أوطانه وتشوقه إلى إخوانه وبكاؤه على ما مضى من زمانه
Jika engkau mau memafhumi adapun (cara pandang) seseorang, maka lihatlah bagaimana ia merindukan lahan kelahirannya, kecintaanya kepada handai taulannya, dan tangisannya terhadap apa yang sudah lalu dilakukannya pada musim lalu.”

Jadi , masihkan suka-suka kewaswasan di hati tali pusar-saudara untuk menyayangi negri ini ?
Terakhir , jangan termakan kampanye dan godaan bahwa ” mencintai negara tidak suka-suka dalilnya “.

image

Seyogiannya bermanfaat,
Wassallamu’allaikum…

Library :
muslimedia

-7.705543
110.751238



Source: https://masshar2000.com/2017/07/31/hubbul-wathan-minal-iman-apakah-sebuah-hadist-dan-ada-dalilnya/

Posted by: caribes.net