Jangan Menilai Buku Dari Sampulnya


i#TantanganGurusiana

#HariKe_27

Jangan menilai buku hanya dari sampulnya sahaja.

Jangan membiji sesuatu belaka dari bungkusnya minus tahu isinya.

Kerumahtanggaan keseharian jikalau kita amati, ada orang yang
sampulnya
baik
ternyata
isinya
tak
baik, nan
sampulnya
jelek
ternyata
isinya enggak jelek.

Kendatipun pula ada yang
kelongsong dan isinya seimbang.

Dibalik prolog-kata jangan menilai seseorang dari penampilannya banyak khasiat yang tersirat.

Maka berhati-hatilah dengan apa dan bisa jadi saja yang hidup dimuka manjapada ini, karena yang tersirat belum tentu sesuai yang termuat maupun sebaliknya.

Tulisan don’ufuk judge the book by its cover ini tak meng-under line seseorang yang disepelekan karena terbantah protokoler-konvensional saja dengan penampilannya apa adanya.

maupun…

Mengobrolkan seseorang yang tampak sangat kurang hati, sepertinya terlihat bodoh, namun sebenarnya dibalik kekejian hatinya dia sedang berbilang setelah tahu khalayak-orang disekitarnya wawasannya masih primitif mulailah muncul keangkuhan.

Keduanya contoh nan sudah MAINSTREAM terlalu lumrah mencoba nan Bentrok MAINSTREAM saja, yaitu balada sendiri “vocalis

Vocalis yang dimaksud bukanlah penyanyi tetapi seseorang yang dianggap vocal, banyak protes.

Orang semacam ini kerap tidak disukai kerumahtanggaan suatu institusi karena sering meminta kejelasan suatu acara, memberi akuisisi intern rapat, berbarengan pun kritis.

Mayoritas berusul pemangku kebijakan memang lebih gemar momongan buah yang yes mom,… okay komandan,.. sendiko dawuh dan semacamnya.

Padahal dalam suatu sistim Penyelia dulu diperlukan untuk Meronda suatu kebijakan, dan itu akan didapatkan jika terserah orang yang mengkritik untuk kebaikan karena sonder sangkaan kita akan terlupa dan merasa telah benar menjalankan progam yang bisa kaprikornus riuk ancang.

Banyak pimpinan pangling atau boleh jadi tak faham tutup mulut lebih-lebih makin diwaspadai.

Barangkali punya maksud, misalnya ingin berada plong zona nyaman semoga kepentingannya tidak terganggu.

terserah udang rebon dibalik rempeyek.

Yang paling parah si pendiam merupakan penjilat yang bermain sebagai dalang peta konflik.

Bukankah ini yang sebetulnya lebih perlu diwaspadai ??

Apakah auman singa yang berkanjang lebih berbahaya dari diamnya buaya ?? jika dianggap iya, itu kebodohan.

pelecok
lautan !!!

Gegares tak hanya orang yang dikritisi namun nan menjauh, nan mendapat keuntunganpun demikian.

bak usulan pembagian seragam guru karena seragam yang lama warnanya sudah mulai pudar, akhirnya dalam penyelarasan tersebut diputuskan akan dianggarkan pembelian seragam baru.

Ambillah, nan diam dan tidak usul bermakna mendapatkan keuntungan bukan ?

Tetapi mengapa anak adam yang mendapat habuan keuntungan dari usul substansial itu enggan merapat ?

Karena takut dianggap bersekutu, takut tidak memperoleh jabatan, takut ikut tidak disukai oleh si Boss.

Lazimnya oleh bimbingan cucu adam yang bersabda lantang memang lain diberi tempat, tak diberi kesempatan, sekadar bukankah itu bukti bahwa si vocalis tak ambisius ? Karena dia sudah lalu adv pernah harga nan harus dibayar.

Selit belit cucu adam membiasakan bermula pengalaman bahwa
berani
bertanya
itu sebetulnya karena takut
sesat di jalan

Memang lain menutup probabilitas kalau ada beberapa leader yang tidak melihat mitra kerjanya dari sampulnya saja, masih banyak kembali yang mengawasi isi, mereka itu tertulis kategori bimbingan nan bijak dan ahli, silam mengerti bahwa menjawab suatu cak bertanya bukan memonten dari apa yang ditanyakan doang memaknai tujuannya.

Takdirnya ki pionir yang diam banyak dimaklumi, karena kemampuannya memang hanya itu, pimpinan yang demokratis pasti belajar lagi bikin memaklumi setelah mengkaji bahwa usulan adalah bentuk kepedulian.

Jumlah orang-orang yang kritis bertanya kerumahtanggaan suatu koordinasi dan komunikasi memang tak banyak, oleh akhirnya cucu adam serupa ini dianggap berbeda.

Sesuatu yang berbeda rasanya musykil untuk disatukan.

Bahkan menyangka sesekali tak akan korespondensi bisa disatukan.

Banyak orang lalai, setiap bani adam punya sewu alasan untuk berbeda.

Karena diluar sana masih banyak orang yang salah membiji, apakah hendaknya kita
jangan menjadi orang vocal ??

Jika saya sih
mengapa risih asal tidak “mendayukan lagu sumbang”

Yang mesti diwaspadai adalah detik enggak ada juga saran, perolehan dan tudingan mulai sejak basyar yang peduli.

Cak kenapa ??

Waspadalah ketika itu tangan Halikuljabbar yang berkreasi, sungguh !!

___________

Catatan
:


dalam suatu sistim makin baik kita tidak menjadi apa-apa tapi disegani, daripada menjadi apa, tapi tidak ditakuti karena cak semau segala apa-apa.

Source: https://www.gurusiana.id/read/meitasari/article/jangan-menilai-buku-dari-sampulnya-256535#!