Kitab Fathul Qorib Menjelaskan Tentang

SEMARANG, suaramerdeka.com
– Bikin sebagian mahajana umum Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ataupun lomba seni baca Al Quran masih lebih popular dibanding Musabaqah Qiraatul  Padanan (MQK) maupun lomba membaca kitab kuning.

Pemilahan bibit-pati terbaik qari-qariah, hafidz-hafidzah dan mufasir-mufasirah dilakukan secara terstruktur dan berjenjang menginjak dari tingkat kelurahan, kecamatan hingga provinsi dan kebangsaan tambahan pula sejagat. Mereka dibina secara tersendiri oleh Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) organisasi eksofisio di radiks Penerangan Agama Selam Kementerian Agama.

MTQ semakin popular karena kelompok masyarakat sekali lagi menyelengarakan. Misalnya MTQ Peserta, MTQ Mahasiswa, MTQ Wartawan, MTQ TVRI, MTQ RRI, MTQ Telkom dan tidak-lain.

Para santri peserta Musabaqah Qiraatil Kitab alias tanding membaca kitab kuning foto bersama dengan para kiai dan dewan juri sebelum pertandingan dimulai di Pondok Pesantren Al-Asror, Patemon, Gunungpati, Semarang. (suaramerdeka.com/Agus Fathuddin Yusuf)

Sedangkan MQK penyelenggaraannya masih suntuk terbatas oleh komunitas pondok pesantren. Biasanya event hari ulang tahun pondok pesantren, upacara haul tokoh tertentu atau haflah akhirussanah sebuah madrasah.

Sejak Presiden Joko Widodo menetapkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2022 akan halnya penetapan 22 Oktober ibarat Hari Santri Nasional (HSN) semangat Musabaqah Qiraatul Tara juga terasa.

Di Daerah tingkat Semarang, sejak Hari Santri tahun 2022, 2022 dan 2022 MQK selalu menjadi agenda tetap yang cak acap dinanti-nanti para santri. Kegiatan lomba-lomba, seni dan budaya boleh berpaling-ganti tetapi Musabaqah Qiraatul Dagi harus selalu ada.

Para santri pelajar Musabaqah Qiraatul Kutub maupun adu membaca kitab asfar foto bersama dengan para kiai dan dewan penengah sebelum perlombaan dimulai di Dangau Pesantren Al-Asror, Patemon, Gunungpati, Semarang. (suaramerdeka.com/Agus Fathuddin Yusuf)

Perian Santri Kebangsaan 2022 ini, Pengurus Silang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Semarang menggelar tanding baca kitab kuning di Pondok Pesantren Al-Asror, Patemon, Gunungpati.

Musabaqah dibagi dua kategori merupakan santri putra dan putri. Dewan yuri putra ialah Gus Sa’dulloh, Gus Abdul Ghofur dan dan Gus Amir Slamet. Sedang dewan juri putri yaitu Gus Ahmad Mundzir, Buya Choirul Anwar dan Kiai Abdul Jalal. ”Alhamdulillah pesertanya pas banyak yaitu 30 putra dan 30 nona,” kata Gus Nuhin, pengasuh pondok pesantren Al-Asror.

Kitab Fathul Qorib

Kitab yang dilombakan yakni Fathul Qorib atau para santri menamai ”Kitab Taqrib”. Menurut Gus Ahmad Mundzir, keseleo satu dewan penengah, Fathul Qorib adalah kitab asfar yang banyak membahas masalah persoalan fiqih seperti thaharah, salat, puasa, zakat, haji, jinayat, munahakat dan mawaris.

“Ini yakni keseleo satu upaya bikin terus memperintim tali peranti-tradisi jamhur NU,” jelasnya.

Menurut Mundzir, kegiatan itu akan bisa meninggi wawasan dan pemahaman para santri dan masyarakat nan ingin mendalami agama melangkahi kitab-kitab yang dipelajari di pesantren.

Kitab karya Syeh Syamsuddin Tepung Abdillah tersebut terdiri 436 fasal atau bab. Namun dalam lomba tersebut panitia membatasi tiga bab merupakan fasl thaharah atau menyertu, shalat dan zakat.

Para peserta bukan senggang akan bernasib baik paket pertanyaan apa, thaharah, shalat atau zakat, karena dipilih melalui undian. Mereka kemudian membaca kitab sesuai paket lotre nan dituruti. Tentu semata-mata dengan car abaca sama dengan tradisi di pesantren. ”Maka utawi iki-iku”. Sehabis itu mereka diminta menjelaskan apa maksud dan kandungan fasl yang mereka baca.

Sehabis itu dewan juri memunculkan berbagai pertanyaan kepada murid. Farikhah dari Saung Pesantren Nurul Hidayah Pedurungan Semarang misalnya. Dia mendapat pak soal tentang salat.

”Kalau rahim isi dan makna, masyarakat awam bisa baca terjemahan saat ini banyak. Lebih lagi online juga banyak. Yang rumpil adalah memahami nahwu-sharafnya (gramatikal arabnya),” prolog Siti Khomsatun, siswa dari Pondok Pesantren Al-Asror, Patemon Gunungpati Semarang.

Menurut dayang tahir Cilacap itu, kalau tak tanggulang ilmu nahwu dan sharaf pasti tak bisa membacanya karena semua ”gundulan” tidak cak semau harakat, apalagi memahamkan atau memaknainya.

Akhirnya dewan juri mematok para juara adalah golongan putra kampiun I,II dan III Ahmad Zein Abid berpangkal PMII Al-Ghozali Perkumpulan Negeri Semarang (Unnes), Hasan Doa berusul saung Pesantren Al-Itqon, Bugen, Tlogosari Semarang dan Muhammad Lutfiyanto pondok pesantren Roudlotul Muttaqin Polaman Mijen. Golongan upik kampiun I,II dan III Heni Sabila Choir semenjak pondok pesantren Al-Itqon, Bugen, Tlogosari, Dinda Niswatul Ummah dari pondok pesantren Daarul Falah Besongo Ngalian dan Falasifah dari dangau pesantren Al-Hikmah, Tugu, Semarang.

Source: https://www.suaramerdeka.com/semarang-raya/pr-04113103/bernostalgia-membaca-kitab-fathul-qarib?page=all