Latar Belakang Penculikan Aktivis 1998

Penculikan aktivis 1997/1998
adalah peristiwa penghilangan orang secara paksa alias penculikan terhadap para organisator pro-kerakyatan yang terjadi menjelang pelaksanaan Pemilihan Awam (Pemilu) tahun 1997 dan Sidang Publik Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1998.

Situasi penculikan ini ditentukan berlangsung dalam tiga tahap: Menjelang pemilu Mei 1997, dalam saat dua rembulan menjelang sidang MPR bulan Maret, dan dalam periode tepat menjelang pengunduran diri Soeharto sreg 21 Mei. Puas bulan Mei 1998, sembilan di antara mereka nan diculik selama periode kedua dilepas berbunga kurungan dan unjuk lagi. Beberapa di antara mereka bercakap secara melangah akan halnya pengalaman mereka. Tapi tak satu pun mulai sejak mereka yang diculik pada periode pertama dan ketiga muncul.[1]

Selama periode 1997/1998, KONTRAS (Uang jasa bakal Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mencatat 23 sosok telah dihilangkan maka dari itu perlengkapan-instrumen negara. Berbunga angka itu, 1 hamba allah ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya medium hilang sampai hari ini.

Sembilan aktivis yang dilepaskan adalah Desmond Junaidi Kerbau, Haryanto Taslam, Pius Lustrilanang, Faisol Reza, Rahardjo Walujo Djati, Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugianto dan Andi Arief.

Ke-13 aktivis yang sedang hilang dan belum kembali merupakan Petrus Bima Anugrah, Herman Hendrawan, Suyat, Wiji Thukul, Yani Afri, Sonny, Dedi Hamdun, Noval Al Katiri, Ismail, Ucok Siahaan, Hendra Hambali, Yadin Muhidin, dan Abdun Nasser. Mereka berasal bersumber bermacam organisasi, seperti Partai Rakyat Demokratik, PDI Cak membela Mega, Mega Bintang, dan mahasiswa.[2]

Daftar pokok

  • 1
    Kesimpulan Komnas HAM
  • 2
    Cak regu Ros

    • 2.1
      Kondisi waktu 2007
  • 3
    Panitia Khu­sus Penghilangan dan Pembantaian Berencana Orang secara Paksa (Pansus Turunan Hilang)

    • 3.1
      Pokok rekomendasi
  • 4
    Pustaka
  • 5
    Pranala luar

Konklusi Komnas HAM

Kasus ini diselidiki maka itu Tip Kewarganegaraan Hak Asasi Turunan berpegang UU No 26/2000 Akan halnya Meja hijau HAM dan hasilnya telah diserahkan ke Penuntut umum Agung pada 2006. Tim peneliti Komnas HAM bikin kasus penghilangan sosok secara paksa ini bekerja sejak 1 Oktober 2005 hingga 30 Oktober 2006.

Adapun banyak incaran atas penghilangan bani adam tersebut adalah 1 anak adam terbunuh, 11 hamba allah disiksa, 12 orang dianiaya, 23 orang dihilangkan secara momentum, dan 19 orang dirampas kedaulatan fisiknya secara tiranis.

Abdul Juri Garuda Nusantara (Ketua Komnas HAM sreg 2006) mempersilakan meski hasil penyelidikan nan diperoleh mampu dilanjutkan oleh Kejaksaan Agung untuk membentuk tim penyidik, karena telah diperoleh bukti sediakala nan memadai bagi mengijmalkan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan. Darurat itu, pengapit tim ad hoc penyidik keadaan penghilangan cucu adam secara periang puas 1997-1998, Lamria, menyalakan suka-suka beberapa orang berpunca 13 aktivis yang sedang dibicarakan hilang tersebut diketahui pernah terletak di Pos Komando Taktis (Poskotis) Kopassus nan terletak di Cijantung, Jakarta.[3]

Komnas HAM mengikhtisarkan terserah bukti awal pelanggaran HAM musykil dalam kasus penghilangan insan secara momentum selama 1997-1998. Kesimpulan ini didasarkan eksplorasi dan kesaksian 58 korban dan pemukim masyarakat, 18 bagian dan pensiunan Polri, serta sendiri purnawirawan TNI.

Pada 22 Desember 2006 Komnas HAM mempersilakan DPR supaya mendesak Kepala negara mengerahkan dan memobilisasi semua aparat penegak syariat bikin tanggulang masalah. Komandan DPR Agung Laksono pada 7 Februari 2007 juga mempersilakan Presiden Yudhoyono mensyariatkan Beskal Agung Abdul Rahman Imani memperagakan penyelidikan dan penyidikan berlandaskan temuan Komnas HAM bikin mengamankan kasus penculikan 13 aktivis.

Tim Mawar

Cak regu Mawar adalah satu cak regu kecil dari kesatuan Komando Barisan Khusus Grup IV, Tentara Kebangsaan Indonesia Armada Darat. Skuat ini adalah dalang privat operasi penculikan para pengorganisasi politik pro-demokrasi.

Kasus penculikan ini menghela 11 bagian tim mawar ke pengadilan Mahmilti II pada rembulan April 1999. Momen itu Mahmilti II Jakarta yang diketuai
Kolonel CHK Susanto
memutus agenda nomor
PUT.25-16/K-AD/MMT-II/IV/1999
yang memvonis Mayor Inf Bambang Kristiono (Bos Skuat Mawar) 22 bulan sel dan memberhentikannya bagaikan bagian TNI. Pidana juga memvonis Kapten Inf Fausani Syahrial (FS) Multhazar (Wakil Bos Tim Mawar), Kapten Inf Nugroho Sulistiyo Budi, Kapten Inf Yulius Selvanus dan Juragan kapal Inf Untung Budi Harto, saban 20 bulan kamp dan menempohkan mereka sebagai bagian TNI.[4]

Padahal, 6 prajurit lainnya dihukum penjara tapi tak dikenai sanksi pemecatan sebagai bagian TNI. Mereka itu adalah Kapten Inf Dadang Hendra Yuda, Nakhoda Inf Djaka Budi Utama, Mualim Inf Fauka Noor Farid masing-masing dipenjara 1 tahun 4 bulan. Tentatif Serka Sunaryo, Serka Sigit Sugianto dan Sertu Sukadi hanya dikenai hukuman rumah tahanan 1 musim.[4]. Menurut pengakuan, Komandan Cak regu Ros, Mayor Bambang Kristiono di sidang Majelis hukum Militer, seluruh aktivitas penculikan aktivis itu dilaporkan kepada kepala grupnya, yakni Kolonel Chairawan, tapi sang komandan lain pernah diajukan ke mahkamah sehingga tak bisa dikonfirmasi.[5]

Sementara itu tanggung jawab komando diberlakukan kepada para Perwira pemegang komando kapan itu. Dewan Kegadisan Perwira telah memberikan rekomendasi kepada Pimpinan ABRI. Atas dasar rekomendasi itu Pangab menjatuhkan hukuman terhadap eks Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto nyata penyetopan masa kantor TNI (Pensiun). Kepala Danjen Kopassus Mayjen TNI Muchdi PR. Serta Dan Group-4 Kolonel Inf. Chairawan berupa pembebasan tugas mulai sejak letaknya karena
ketidak mampuannya mengerti segala aktivitas bawahannya.[6]

Hasil temuan Dewan Kegadisan Perwira (DKP) yang diumumkan para petinggi TNI saat itu adalah bahwa berusul hasil pemeriksaan atas mantan Danjen Kopassus Letjen (Purn.) Prabowo Subianto dan Mayjen Muchdi P.R. serta Komandan Grup IV Kopassus Kubis. Chairawan, telah tegas-tegas dibicarakan bahwa penculikan tersebut dilakukan atas perintah dan sepengetahuan para didikan Kopassus saat itu, bukan cuma atas inisiatif kesebelas bagiannya. Mantan Komandan Puspom ABRI, Mayjen CHK Syamsu Djalaluddin, S.H., berpendapat seperti yang dibicarakan KSAD dan Komandan DKP Jenderal TNI Soebagyo, Prabowo telah mengaku memperagakan delik penculikan sehingga harus diajukan ke mahkamah militer. Pemerintah Habibie mengasingkan pernyataan senada setelah mempelajari temuan Tim Jalinan Pelacak Fakta (TGPF). Intern temuan TGPF itu, diistilahkan bahwa jika dalam persidangan babak Kopassus tersebut manjur Prabowo terbabit, arena Majikan Kopassus dan juga bekas Panglima Kostrad itu akan diajukan ke perdata militer.[7]

Kondisi periode 2007

Keenam prajurit nan dipecat mengajukan banding, sehingga sanksi pemecatan belum bisa dikenakan atas mereka. Sementara itu mereka tetap meniti karier di TNI dan meduduki beberapa posisi terdahulu, rincianya sbb:

  1. Bambang Kristiono: dipecat
  2. Fausani Syahrial Multhazar: puas tahun 2007 menyandang Dandim Jepara dengan pangkat Letnan Kolonel.[8]
  3. Nugroho Sulistyo Budi:
  4. Untung Budi Harto: tahun 2007 menjabat Dandim Ambon dengan pangkat Letnan Kolonel.[9]
  5. Dadang Hendra Yuda: lega September 2006 memegang Dandim Pacitan dengan jenjang Letnan Kolonel.[10]
  6. Kelereng Budi Terdahulu: pada tahun 2007 memegang Komandan Batalyon 115/Macan Lauser
    [11]
  7. Sauka Nur Chalid:
  8. Sunaryo:
  9. Sigit Sugianto:
  10. Sukardi:

Padahal Kolonel Infantri Chairawan dipublikasikan menjadi Danrem 011 Lilawangsa [1]. Kabar terakhir bersumber Mayjen Muchdi PR adalah kemunculanya intern sidang pembunuhan aktifis HAM Munir untuk dimintai takrif tentang keterlibatan dirinya maupun BIN intern pembunuhan tersebut.[12]
Muchdi PR adalah jebolan Deputi V Bin pada detik Munir terbunuh.[13]

Ketika kasus ini kembali mencuat, Panglima TNI menyalakan bahwa dari cuma satu bermula enam tentara yang dipecat yang sudah lalu benar-benar dipecat merupakan Mayor (inf) Bambang Kristiono. Lima armada yang lain dibicarakan terbebas dari hukuman pemakzulan, dan hukuman penjaranyapun diturunkan.

Panitia Khu­sus Penghilangan dan Genosida Berencana Makhluk secara Pejaka (Pansus Orang Hilang)

Condong Penyaringan Umum 2009, Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat adapun Penculikan Aktivis 1997/1998 hidup sekali lagi. Pansus juga berencana memanggil Wiranto, Prabowo Subianto, Sutiyoso, dan Susilo Bambang Yudhoyono nan diduga berkujut internal kasus itu.

Saat kasus ini terjadi, Jenderal TNI (Purn) Wiranto menjawat Panglima ABRI/TNI, Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto sebagai Komandan Jenderal Kopassus, Letjen TNI (Purn) Sutiyoso sebagai Panglima Kodam Jaya, dan Jenderal TNI Susilo Bambang Yudhoyono perumpamaan Assospol Kassospol ABRI.[14]

28 September 2009, Panitia Khu­sus Penghilangan Orang secara Pejaka (Pansus Orang Hilang) mere­ko­berpenyakitan­ndasikan peme­rintah, da­lam hal ini Kejaksaan Agung, segera menciptakan menjadikan Pengadilan HAM Ad Hoc bikin mengadili aktor-aktor di balik penculikan aktivis cak membela demokrasi lega tahun 1998-1999.[15]

Pokok rekomendasi

  1. Merekomendasikan kepada Presiden lakukan menciptakan menjadikan Pidana HAM Ad Hoc;
  2. Merekomendasikan kepada Kepala negara serta sepenuh institusi pemerintah serta pihak–pihak terkait untuk segera memperagakan pencarian terhadap 13 orang yang maka dari itu Komnas HAM (sic) sedang dibicarakan hilang;
  3. Merekomendasikan kepada Pemerintah untuk merehabilitasi dan memberikan kompensasi terhadap keluarga target nan hilang;
  4. Merekomendasikan kepada pemerintah kendati segera meratifikasi Konvensi Inkompatibel Penghilangan Momentum sebagai bangun komitmen dan dukungan bakal menghentikan praktik Penghilangan Pejaka di Indonesia.[16]
    [17]

Pustaka

  1. ^
    Butir-butir Praktek HAK ASASI MANUSIA 1998 bakal Indonesia
  2. ^
    Incaran Penculikan yang Diyakini Sudah Meninggal
  3. ^
    Komnas HAM Desak SBY Temukan 13 Koordinator nan Medium Hilang
  4. ^
    a
    b
    Kronik
    KOMPAS, tanggal 7 April 1999. Bagian Tim Mawar Dihukum dan Dipecat
  5. ^
    Promosi Letak TNI Belum Hormati HAM
  6. ^
    Pernyataan Konvensional Departemen Pertahanan RI
  7. ^
    Mengusut Insting Tim Ros (Tempo)
  8. ^
    Suara Merdeka : 9.891 Botol Miras Diberantas
  9. ^
    Saat news Mabes TNI: Tim Ros sudah lalu dihukum
  10. ^
    Radar Madiun, Senin, 9 April 2007. Kodim 0801/Pacitan Ikut Nominasi Lomba Binsater Tingkat Nasional
  11. ^
    Detik news : Dipecat , apalagi aci Dandim
  12. ^
    Muchdi PR Akui Ada Komunikasi mulai sejak HP-nya dengan Polly.
    Detikcom, 17 November 2005. Diakses pada 16 Agustus 2010.
  13. ^
    Album Ura-ura Muchdi_Polly Bisa Disingkap
  14. ^
    Hidup Juga, Pansus DPR Penculikan Pengelola
  15. ^
    DPR Bawa Pengadilan untuk Para Penculik Pro Demokrasi, Nur Intensi
  16. ^
    Informasi Pers Kontras perihal Rekomendasi Pansus DPR atas Kasus Penculikan dan Penghilangan Periang Aktivis 1997/98
  17. ^
    Pansus Insan Hilang Rekomendasikan Pembentukan Perdata HAM Adhoc, Kompas

Pranala asing

  • Ikatan Keluarga Orang Hilang (Ikohi)
  • Kami Tidak Akan Pernah Lupa: Refleksi 10 Tahun Penculikan Aktivis
  • Korban Penculikan Aktifis Cak membela Demokrasi 1997/1998
  • Kesaksian Nezar Patria
  • Kesaksian Aan Rusdianto
  • Kesaksian Raharja Waluya Jati
  • Ketika Bersembunyi di WC, Waluyo Djati Sempat Diancam Akan Ditembak, Majalah Tempo
  • Andi Arief Ditodong Moncong Pistol di Pelipis, Majalah Tempo
  • (Inggris)
    Testimony of Andi Arief
  • Wawancara Andi Arief: “Prabowo Terlibat, tapi Enggak Mungkin Koteng”
  • Rincih Siluman atau Regular?



edunitas.com

Source: https://p2k.unkris.ac.id/id3/3073-2962/Penculikan-Aktivis-1997-1998_42604_p2k-unkris.html