Sebutkan Tiga Tokoh Tiga Serangkai

tirto.id – Indische Partij (IP) adalah keseleo satu organisasi yang mengalir perlahan-lahan puas era pergerakan nasional di Indonesia pada semula abad ke-20. Album perjuangan perhimpunan berhaluan politik yang patut gigih ini digagas oleh Tiga Serenceng.

Tiga Sejaras terdiri dari Ernest Douwes Dekker, Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara), dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Mereka mendirikan Indische Partij di Bandung, Jawa Barat, copot 25 Desember 1912.

IP sepan berani melincirkan pengaduan terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda, terjadwal melewati artikel berjudul “Als ik een Nederlander was” atau “Jikalau Aku Sendiri Belanda” yang ditulis oleh Soewardi.

Akibatnya, Tiga Seuntai ditangkap dan diasingkan ke negeri Belanda. Indische Partij sekali lagi dibubarkan pejaka plong 4 Maret 1913. Nantinya, para mantan aktivis IP mendirikan organisasi mentah bernama Insulinde.


Berdirinya Indische Partij (IP)

Nyoman Dekker internal
Ki kenangan Pergerakan Nasional Indonesia
(1993) menyebutkan bahwa Indische Partij adalah organisasi kewarganegaraan di era pergerakan nasional nan memiliki acara jelas cak bagi menegakkan semangat nasionalisme.

Keadaan ini berbeda dengan sekolah tinggi sebelumnya yakni Boedi Oetomo (BO). BO, yang didirikan pada 20 Mei 1908 dan disebut-sebut bagaikan organisasi kebangsaan pertama di Indonesia dan diperingati andai Waktu Kebangkitan Nasional, makin berfokus dalam permukaan peradaban serta pendidikan.

Mandu Indische Partij digagas maka itu seorang kuli tinta berpembawaan campuran merupakan Ernest Douwes Dekker maupun Danudirja Setiabudi. Ia mengelola surat kabar De Expres yang nantinya menjadi media propaganda IP.


Pada 1912, Douwes Dekker mengajak Soewardi Soerjaningrat dan Tjipto Mangoenkoesoemo yang saat itu termaktub misal anggota Boedi Oetomo (BO).

Lantaran berbeda rukyat dengan angkatan tua di BO, Soewardi dan Tjipto memutuskan keluar, sangat bersama Douwes Dekker takhlik Indische Partij pada 25 Desember 1912. Tiga pelopor pembina IP ini kemudian dikenal laksana Tiga Serangkai.

Pemikiran Douwes Dekker

Robert Elson dalam
The Idea of Indonesia: A History
(2008) memanggil bahwa Douwes Dekker merupakan pemikir nasionalis.

Menurutnya, gagasan bangsa Indonesia enggak kesendirian nan dibangun atas solidaritas etnis ataupun ras, keagamaan, atau kedekatan geografis, semata-mata karena rasa kesamaan pengalaman dan kebersamaan eksklusif.

Rukyah politik Douwes Dekker juga dipengaruhi maka itu prinsipnya yang lebih mengutamakan usaha kebijakan daripada ideologi politik.

Ini berkat kritik dari Sneevliet (biang keladi komunis asal Belanda di Indonesia) yang mengatakan bahwa Dekker membuat propaganda politik tanpa teori, atau teorinya berkepribadian enigmatis.

Pemikiran Tjipto Mangoenkoesoemo

Secara umum, pandangan Tjipto Mangoenkoesoemo adapun persatuan Indonesia masih selaras dengan pemikiran Douwes Dekker.

Hanya, dikutip bersumber tulisan “Nasionalisme dan Gagasan Kebangsaan Indonesia Awal: Pemikiran Soewardi Suryaningrat, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Douwes Dekker 1912-1914” karya Wildan Seno Utomo n domestik
Lembaran Memori
(2014), Tjipto menganggap bahwa persatuan antara kaum pribumi dengan Belanda adalah satu hal yang membawa kemajuan.

Tjipto mengira penggabungan atom-unsur Barat dan Timur sebagai faktor penting dalam menjamin pertumbuhan berkecukupan bagi negara dan rakyat, termuat buat kabilah bumiputera di Hindia atau Indonesia.

Selain dikenal sebagai pengelola pergerakan nasional dan peliput, Tjipto Mangoenkoesoemo pula berprofesi sebagai seorang dokter. Namanya kini diabadikan sebagai nama rumah sakit besar di Jakarta.

Pemikiran Soewardi Soerjaningrat

Soewardi Soerjaningrat adalah pangeran dari Kadipaten Pakualaman Yogyakarta. Walaupun keturunan bangsawan, ia tidak terlalu menikmati kehidupan di istana. Nantinya, seiring berdirinya Taman Siswa pada 1922, Soewardi dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara.

Bagi Soewardi Soerjaningrat, tujuan nasionalisme adalah menghapuskan otoritas kolonial dan menyadarkan kaum tembolok, indo, dan bumiputera harus bersatu menghadapi musuh nan sama, yaitu pemerintah kolonial.

Soewardi Soerjaningrat plong masa taruna yakni hamba allah yang keras dan berani mencela kebijakan kolonial. Anda pun harus menjalani lembaga pemasyarakatan serta berkali-kali masuk interniran sebelum memutuskan berjuang melintasi kancah pendidikan bersama Taman Siswa.

Bubarnya Indische Partij

Dikutip dari Nyoman Dekker dalam
Ki kenangan Rayapan Nasional Indonesia
(1993), pada 1913 pemerintah Belanda akan mengadakan peringatan 100 tahun kemandirian dari Perancis.

Untuk itu, seluruh wilayah jajahan Belanda, termaktub Hindia atau Indonesia, diminta menyumbang demi membantu pelaksanaan peringatan tersebut.

Keadaan itu tentunya ditentang makanya para tokoh Indische Partij, tercantum Tiga Serangkai. Bahkan, Soewardi Soerjaningrat dengan berani menulis artikel berjudul “Als ik een Nederlander was” atau “Seandainya Aku Seorang Belanda” untuk menyayung perayaan itu.

Goresan satir yang dimuat di surat keterangan
De Expres
itu sontak menuai kontroversi. Pemerintah kolonial pun drop tangan dan menuding bahwa tulisan Soewardi Soerjaningrat telah menghasut rakyat.

Maka, para tokoh IP terutama Tiga Seronce, diseret ke pengadilan kolonial. Diputuskan bahwa mereka harus menjalani ikab pengasingan ke Belanda.

Sepeninggal Tiga Serangkai, IP dibubarkan paksa makanya pemerintah kolonial. Namun, nantinya beberapa bekas induk bala IP mendirikan organisasi baru bernama Insulinde. Soewardi Soerjaningrat senggang bergabung dengan Insulide setelah pulang dari pengasingan

(tirto.id –
Sosial Budaya)

Kontributor: Alhidayath Parinduri

Penulis: Alhidayath Parinduri

Editor: Iswara N Raditya



Source: https://tirto.id/tiga-serangkai-indische-partij-dalam-sejarah-pergerakan-nasional-gaRW